SOLOPOS.COM - Kolam peninggalan perusahaan perkebunan serat terbaik dan terbesar pada masa Hindia Belanda di Dusun Mento, Desa Wonoharjo, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri. Foto diambil Senin (14/6/2021). (Solopos/M. Aris Munandar)

Solopos.com, WONOGIRI — Saat ini, sudah tidak ada lagi warga Desa Wonoharjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, yang memproduksi serat. Padahal, pada masa Hindia Belanda ada Perusahaan Perkebunan Serat terbesar dan terbaik di desa tersebut.

Pada saat itu Perusahaan Perkebunan Serat dikenal dengan sebutan Maatschappij Mento Toelakan atau _Onderneming_ Mento Toelakan. Kini nama Mento Toelakan menjadi dua nama dusun yang berbeda, Mento dan Tulakan yang berada di Desa Wonoharjo.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Desa Wonoharjo, Y. Parmin, mengatakan saat ini tanah bekas perusahaan itu sudah menjadi hak milik warga. Tanah tersebut menyebar di Desa Wonoharjo, Desa Wonokerto dan Desa Manjung.

Baca Juga: Lezatnya Selat Solo, Kuliner Steak Eropa Ala Jawa

Saat masih kecil, Parmin masih mengetahui bekas bangunan perusahaan berupa kolam, saluran pembuangan dari rendaman serat nanas, dan jalan atau jalur bekas kereta lori. Selaian itu juga ada sendang atau belik yang dibuat Pemerintahan Belanda saat itu di sungai.

“Kini yang masih terlihat bangunan kolam dan jembatan kereta lori. Kalau sekarang jalan atau jalur kereta lori sudah tertutup tanah. Sebagian menjadi jalan kampung,” kata dia saat dihubungi Solopos.com, Rabu (16/6/2021).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Komisariat Wonogiri, perusahaan serat yang beridiri sejak 1897 itu runtuh pada akhir 1940-an karena ada revolusi kemerdekaan. Atas kondisi itu, perusahaan tidak beroperasi dan ada masalah keungan.

Setelah perusahaan milik Belanda itu runtuh, menurut Parmin, berdiri sebuah pabrik di Wonoharjo yang juga mengolah serat. Namun pemilik pabrik itu berasal dari Banyuwangi, JawaTimur.

“Itu milik sendiri tanahnya, sudah ada hak milik. Jadi sudah lain pabrik atau tidak ada hubungan dengan perusahaan sebelumnya. Luas pabriknya sekitar dua hektare,” ungkap dia.

Parmin mengatakan sekarang pabrik itu sudah tidak lagi beroperasi. Kali terkahir produksi sekitar 25 tahun lalau, tepatnya 1996. Lahan bekas pabrik itu saat ini berupa pekarangan warga.

Baca Juga: 10 SMK Negeri Terbaik Nasional, Soloraya Juga Masuk Daftar

Dengan begitu, lanjut Parmin, saat ini tidak ada warga Wonoharjo dan sekitarnya yang memproduksi tanaman serat. Sebab masyarakat menilai tanaman serat kurang produktif jika ditanam masa sekarang. Warga lebih memilih menanam pekarangan dengan aneka jenis pohon.

“Kalau misal juga produksi serat, pemasarannya kemana juga tidak tahu. Buat tali atau dadung kapal seperti dulu sekarang juga tidak ada yang menerima. Warga pilih menanami ketela dan palawija lainnya di pekarangan,” kata Parmin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya