SOLOPOS.COM - Puluhan petani dan warga beramai-ramai membongkar pematang sawah untuk mencari tikus saat gropyokan tikus di areal persawahan Dukuh Randusari, Pengkok, Kedawung, Sragen, Jumat (24/7/2020). (Tri Rahayu/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN — Wacana Pemkab Sragen mengusulkan pembuatan peraturan daerah (perda) larangan pemasangan jebakan tikus itu dinilai menjadi perda pionir karena belum ada regulasi sebelumnya.

Namun, wacana perda tersebut dinilai Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen tidak penting bila hanya mengancam petani tanpa ada solusi permanen terkait serangan tikus.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua KTNA Sragen Suratno saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (12/9/2020), menyampaikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen boleh-boleh saja membuat perda tetapi perda itu mestinya untuk kebaikan dan kemaslahatan masyarakat, khususnya petani.

Penusuk Syekh Ali Jaber Jadi Tersangka dan Diancam 5 Tahun Penjara

Ekspedisi Mudik 2024

Dia mengatakan kalau tujuan pembuatan perda itu hanya untuk mengancam dan menjerat petani maka perda itu menjadi tidak penting. Suratno menyatakan KTNA Sragen akan mendukung perda itu selama untuk kebaikan petani.

"Daripada membuat perda larangan jebakan tikus, lebih baik membuat perda yang lainnya yang lebih penting. Perda yang baik itu justru bagaimana perda itu memberi solusi permanen bagi petani dalam penanggulangan hama tikus," ujar dia.

Lebih lanjut, Suratno justru mempertanyakan tindakan riil yang dilakukan Pemkab Sragen terkait penanggulangan hama tikus.

"Dulu pernah bilang pengadaan burung hantu, gropyokan, pemberian obat, dan seterusnya tetapi semua itu seolah hanya wacana juga karena tidak ada gerakan masif di tingkat petani," ujar dia.

Pemuda Cekcok dengan Petugas Gegara Ditegur Tak Pakai Masker Viral

Terpisah, anggota Komisi II DPRD Sragen Sri Pambudi saat ditemui Solopos.com, Sabtu siang, menyampaikan dalam program legislasi daerah (prolegda) 2020 belum ada usulan perda larangan jebakan tikus itu.

Belum Ada Regulasi Seperti Itu Sebelumnya

Dia mengatakan usulan perda dari Bupati itu memungkinkan di 2021. Pambudi menilai perda itu merupakan perda pionir karena belum ada regulasi seperti itu sebelumnya.

"Sebelum perda itu disetujui dalam prolegda perlu ada pembahasan bersama pembaku kebijakan, yakni Pemkab, DPRD, dan petani. Perlu ada pembahasan yang komprehensif dengan opsi-opsi sanksi dan solusi agar perda itu bisa diimplementasikan dan bisa diterima petani," ujarnya.

Gudang Daur Ulang Plastik di Sukoharjo Ludes Terbakar

Pambudi berharap dalam perda itu lebih baik mengedepankan solusi bukan sekadar sanksi. Dia mengatakan gropyokan tikus itu ternyata tidak efektif sehingga petani masih menggunakan jebakan beraliran listrik.

"Bagi saya supaya tidak terulang muncul korban baru, memang harus ada sanksi. Kalau saya lebih ke sanksi sosial, misalnya tidak mendapat jatah kuota pupuk bersubsidi atau sanksi sosial lainnya," ujarnya.

Pambudi melihat pemasangan jebakan listrik itu ada di lahan pribadi sehingga cukup kerepotan untuk melakukan razia atau penindakan. Dia mengatakan kalau dipasang di daerah umum bisa ditindak dan bisa dikenakan tindak pidana ringan (tipiring).

Solopos Hari Ini: Bersiap Hadapi Eksodus-PHK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya