SOLOPOS.COM - Sadranan digelar di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Boyolali, belum lama ini. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO-Tidak sedikit warga mengadakan tradisi sadranan, lalu bagaimana pandangan Islam terkait tradisi ini? Tradisi ini biasanya diadakan menjelang Bulan Puasa.

Dalam pandangan Islam, tradisi sadranan sebagai salah satu kearifan lokal memiliki nilai-nilai tasawuf sosial yang erat kaitannya antara manusia (hablum minannas), alam (hablum minalalam), dan Tuhan (hablum minallah). Banyak tradisi lokal di Indonesia memiliki nilai-nilai tasawuf tinggi.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Mengutip laman maarifnujateng.com pada Senin (14/3/2022), selain tradisi sadranan, di Indonesia ada tradisi sedekah bumi (kabumi), sedekah laut (kalaut), megengan, maleman, krayahan, bacakan, gas deso, apeman, oncoran, dan lainnya (Ibda, 2018a). Peristiwa sadranan tidak sekadar peristiwa agama-budaya, bahkan wisata, namun juga menjadi tiket untuk menuju kemesraan rohani antara manusia, leluhur, dan Allah menjelang Ramadan.

Baca Juga: Jelang Puasa akan Digelar Sadranan Ageng Keraton Kartasura Sukoharjo

Mengapa? Sebab tradisi sadranan ini sudah sesuai rumus Islam. Kita diimbau Nabi Muhammad lewat hadisnya untuk bergembira menyambut Ramadan. Nyadran, menjadi bagian wujud kegembiraan, ungkapan rasa syukur pada Tuhan, dan penghormatan pada leluhur dan alam.

Cepogo, Kabupaten Boyolali, merupakan salah satu tradisi yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat. Keunikan yang dimiliki oleh Dusun kadipiro ini ialah melaksanakan dua kali Sadranan dalam satu tahun yaitu Muluddan dan Ruwahan, karena biasanya di pedesaan yang lebih ke daerah dingin atau pegunungan melaksanakan tiga kali sadranan, yaitu Bakda Maulud, Saparan, dan Ruwahan, kemudian untuk daerah yang berada di bawah atau hampir perkotaan hanya melaksanakan satu kali Tradisi Sadranan yaitu Ruwahan, sedangkan untuk Tradisi Sadranan sendiri hanya ada di Perdesaan, jarang sekali di
kota ada Tradisi Sadranan kecuali untuk daerah tertentu.

Baca Juga: Ada Sadranan, Penumpang Tiba di Terminal Ir Soekarno Klaten Meningkat

Tradisi sadranan di Dukuh Kadipiro ini, dilaksanakan dua kali dalam setahun yaitu pada Bulan Maulud (Muluddan) dan bulan Sya’ban (Ruwahan). Diadakan dua kali Sadranan ialah pada waktu bulan Maulud (Muluddan)yaitu bertepatan dengan hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW yaitu pada bulan Maulud tanggal 12. Biasanya nyadran pada Mauluddan ini dibarengi dengan merthi desa atau disebut dengan bersih desa.

Tradisi Sadranan Ruwahan ialah Tradisi nyadran yang dilakukan masyarakat Jawauntuk menyambut datangnya bulan Ramadhan (Bayuadhy, 2015: 98). Nyadran biasanya dilaksanakan pada bulan Ruwah (Sya’ban) menjelang datangnya bulan puasa (Ramadhan).  Biasanya peziarah membawa bunga untuk ditaburkan di pusara leluhurnya. Masyarakat yang nyadran biasanya berdoa untuk kakek, nenek, bapak, ibu, atau saudara yang telah meninggal dunia.

Baca Juga: Tanpa Open House, Warga Cepogo Boyolali Tetap Gelar Sadranan

Sesudah berdoa, masyarakat menggelar kenduri bersama di sebuah tempat yang bisa menampung penduduk dalam jumlah banyak. Setiap keluarga yang mengikuti kenduri membawa berbagai jenis makanan Tradisi onal yang biasa digunakan untuk kenduri.

Jadi tradisi Sadranan Ruwahan ialah sadranan yang dilaksanakan sebelum bulan puasa. Pelaksanaan antara Sadranan Mauluddan dan Ruwahan pun sama, yang membedakan hanyalah waktu pelaksanaannya. Selain itu, tidak hanya sesepuh yang ikut berpartisipasi dalam mengikuti Tradisi tersebut tetapi pemuda atau remaja yang ada di Dukuh Kadipiro.

Dengan dilestarikannya tradisi tersebut dapat mempererat tali silaturahmi antar warga, menjadikan warga rukun, damai, dan aman. Tradisi Sadranan merupakan salah satu Kearifan Lokal yang dimiliki oleh warga Dukuh Kadipiro. Dalam pengertian kamus, Kearifan Lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hasan Sadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom sama dengan kebijaksanaan. Secara umum, maka local wisdom (kearifan lokal) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya