SOLOPOS.COM - Kondisi banjir Jakarta di seputaran Patung Kuda, Senin (9/2/2015). (Abdullah Azzam/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA -- Banjir pada awal 2020 yang menerjang DKI Jakarta dan sekitarnya menjadi sorotan tajam publik. Banjir setelah hujan deras yang mengguyur Jakarta sejak malam perayaan tahun baru Selasa (31/1/2019) hingga keesokan harinya membuat genangan air muncul di berbagai wilayah di Jakarta dan terus meluas.

Menghadapi banjir yang kerap menerjang wilayah ibu kota dari masa ke masa, ada langkah yang berbeda di tiap era pemerintahan Gubernur DKI Jakarta, mulai dari Joko Widodo (Jokowi), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), hingga Anies Baswedan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Lalu, apa saja yang membedakan ketiga tokoh tersebut?

Era Jokowi

Pada era pemerintahan Jokowi, banjir Jakarta awal 2013 mengakibatkan Bundaran Hotel Indonesia (HI) terendam air. Jokowi memutuskan Jakarta dalam masa tanggap darurat.

"Nah, karena kondisinya seperti ini mulai hari ini sampai 27 Januari kita nyatakan posisinya tanggap darurat," ujar Jokowi saat itu.

Langkah berbeda dia ambil saat banjir Jakarta 2014. Jokowi justru melakukan pencegahan dengan cara membuka pintu air Pluit karena hujan yang terus mengguyur ibu kota selama tiga hari berturut-turut. Dia berpendapat masalah banjir bukan hanya urusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta saja, dan pemerintah pusat juga harus turun tangan.

"Pintu air Waduk Pluit akan mulai dibuka sedikit demi sedikit. Tapi [banjir Jakarta] ini kan jadi tanggung jawab bersama Pemerintah Pusat juga," kata Jokowi yang telah diberitakan Solopos.comlima tahun lalu.

Jateng Siap Kirim Bantuan ke Jakarta

Jokowi juga fokus dalam penanganan korban banjir Jakarta. Hal ini terbukti ketika dia memberikan instruksi kepada lurah dan camat se-DKI Jakarta untuk memperhatikan pengungsi banjir Jakarta 2014

"Ada yang mengungsi di pinggir rel dan kolong jembatan tolong mereka diberi perhatian seperti memberikan tikar dan selimut yang layak. Saya hanya berpesan agar pengungsi di semua tempat diberikan perhatian. Carikan solusi kalau ada masalah-masalah di lapangan. Misalnya pengungsian di Masjid Attahiriyah, GOR Otista, itu kelihatan lebih baik," terang Jokowi saat memberikan pengarahan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Balai Kota Jakarta, Selasa (21/1/2014).

Era Ahok

Momen banjir Jakarta yang tidak terlupakan adalah ketika air banjir sampai Istana Kepresidenan, Jakarta, pada awal 2013. Pada saat itu Ahok yang masih menjadi Wakil Gubernur DKI mengaku siap disalahkan dengan banjir besar tersebut sehingga ia tak setuju jika pemerintahannya dibilang sukses.

"Selalu sukses gimana? Banjir aja setengah mati, kita salah, kita gagal," beber Ahok di Balai Kota, Jakarta, Rabu (23/1/2013).

Sikap berbeda ditunjukkan Ahok saat banjir 2015. Saat itu Ahok yang sudah menjadi Gubernur DKI Jakarta menyalahkan PLN karena mematikan jaringan listrik sehingga mesin pompa air tak bisa menyala.

"PLN jangan matiin listrik dong. Katanya sih pukul 11.00 WIB, tapi kalau saya bilang [itu sudah padam sejak] pagi pukul 07.00 WIB. Saya minta listrik untuk nyalain pompa. Pompa itu kan kerjanya butuh tandon dulu untuk menampung, jadi perlu waktu," kata Ahok seperti ditayangkan Metro TV, Selasa (10/2/2015).

Mobil yang Ditumpangi Satu Keluarga Terbalik di Ring Road Madiun

Pada banjir Jakarta 2016, pada era pemerintahan Gubernur Ahok mengatakan munculnya genangan air di beberapa wilayah Jakarta disebabkan hujan yang turun bertepatan dengan air laut pasang. Menurut Ahok, solusi untuk mengatasi genangan air di Jakarta adalah melakukan relokasi warga yang tinggal di bantaran sungai Pesanggrahan.

"Ya pasti kalau hujan, bertepatan dengan laut lagi pasang, maka Jakarta tergenang. Saya sudah ngomong berkali-kali. Makanya, kita sedang menyiapkan tanggul yang tinggi," kata Ahok saat itu yang juga telah diberitakan Solopos.com

"Penanganannya adalah memindahkan orang dari aliran sungai, karena sungai Pesanggrahan itu lebarnya 60 meter jadi 15 meter, mau tidak mau saya lebarkan," kata Ahok

Sabet Polisi Dengan Parang Saat Dikeler, Pengedar Narkoba Tewas Ditembak

Selain menggunakan pompa air, penanganan yang dilakukan Ahok adalah memperkuat tanggul yang ada di Jakarta Utara. "Kalau tanggulnya sudah diperkuat dengan pompa, sementara kita aman untuk sampai 30 tahun pun oke," ungkapnya.

Era Anies Baswedan

Pada akhir 2018, Gubernur Anies Baswedan mengaku melakukan beberapa persiapan untuk menghadapi banjir yang akan menerjang Jakarta. Anies Baswedan mengklaim telah mempersiapakan 450 pompa air. Selain itu, dia mengaku menerjunkan relawan-relawan di daerah rawan banjir untuk melakukan sosialisasi soal ancaman banjir.



Anies Baswedan juga menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No 31/2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air Secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi yang di dikeluarkan pada 1 April 2019.

Bukan Kuliner Biasa, Kebab & Donat Istimewa Ini Hanya Ada di LP Sragen

"Hujan curahnya tidak bisa kita kendalikan, tapi dampaknya bisa kita kendalikan. Pemprov DKI harus hadir, ambil sikap bertanggung jawab. Dan kita tunjukkan pada seluruh warga bahwa semua jajaran turun tangan," kata Anies di Pintu Air Manggarai, Rabu (1/1/2020).

"Seluruh jajaran pemprov DKI dalam posisi siaga dan bekerja di lapangan. Semua fasilitas perkantoran dan sekolah telah disiagakan untuk lokasi pengungsian. Insya Allah semua segera tertangani dengan baik, seluruh warga selamat dan bisa beraktivitas seperti semula,” tegasnya.

Namun kebijakan Anies yang kontroversial adalah pemotongan anggaran penanggulangan banjir pada Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2018. Ada empat program yang anggarannya dikurangi yang total pemotongannya mencapai Rp242 miliar.

Anggaran yang disunat Anies di antaranya program pembangunan prasarana kali atau sungai dan kelengkapan pada sistem aliran timur Rp87 miliar dan anggaran pada program pembangunan saluran, saluran penghubung, dan kelengkapan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara senilai Rp64 miliar. Selain itu pemeliharaan saluran tepi jalan, saluran penghubung, dan kelengkapan di wilayah Jakarta Barat yang dikurangi Rp57 miliar, dan anggaran pembangunan Waduk Embung dan kelengkapan pada sistem aliran timur yang dipotong Rp34 miliar.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai parahnya banjir yang terjadi saat ini karena Anies menghentikan program normalisasi di sepanjang Sungai Ciliwung. Anies menggantinya dengan proyek naturalisasi, tetapi tidak ada kesepakatan atau perbedaan konsep penanganan normalisasi dan naturalisasi antara Pemprov DKI dan pemerintah pusat.

Bukan itu saja, Nirwono juga mengkritik langkah Dinas Sumber Daya Air yang tidak melanjutkan pembebasan lahan secara maksimal. Padahal, pada pertengahan tahun lalu juga sempat terjadi banjir di beberapa wilayah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya