SOLOPOS.COM - Tiyas Nur Haryani (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO -- Moda transportasi becak masih kita jumpai hingga hari ini, khususnya di Kota Solo. Di setiap sudut Kota Solo becak-becak diparkir menanti penumpang. Terkadang pengemudinya duduk termenung menatap lalu lalang keramaian di jalan beraspal di depan matanya, menunggu calon penumpang datang menghampiri.

Sering pula saya lihat para pengemudi becak berkumpul dan bermain catur sebagai panylimur hati yang gelisah menunggu calon penumpang yang tak kunjung datang. Peningkatan penggunaan sepeda motor dan mobil pribadi membuat jalan raya makin penuh sesak. Becak kian terpinggirkan.

Promosi Pembunuhan Satu Keluarga, Kisah Dante dan Indikasi Psikopat

Perjalanan kisah moda transportasi becak di negara kita dalam garis waktu memang selalu mengalami kondisi fluktuatif. Cerita mengenai becak pernah diulas oleh esais Bandung Mawardi dengan apik. Esai Bandung Mawardi menunjukkan eksistensi becak dari masa ke masa.

Becak awalnya sebagai dolanan bocah pada masa dulu. Becak menjamur menjadi penanda awal modernisasi di kota-kota di Pulau Jawa sampai dengan kemunduran seturut arus modernisasi. Cerita soal becak tidak bisa berhenti sampai dengan apa yang dikisahkan Bandung Mawardi. Kita perlu kembali menilik becak hari ini.

Kapan terakhir kali Anda menggunakan jasa transportasi becak? Mungkin ada di antara kita yang baru sepekan atau sebulan yang lalu menggunakannya, mungkin ada yang sudah lupa kapan kali terakhir menggunakan moda transportasi becak.

Kendaraan pribadi dan/atau ojek bersistem dalam jaringan atau daring menjadi pilihan masyarakat era kini. Paguyuban becak di Kota Solo pernah berseteru dengan pemerintah ketika menolak kehadiran ojek daring yang kini menjamur.

Kehadiran ojek daring di Kota Solo menjadi sumber keresahan baru bagi para pengemudi becak setelah keresahan karena meningkatnya jumlah kendaraan pribadi. Tua, muda, hingga anak-anak banyak beralih ke layanan transportasi daring yang lebih mudah, murah, cepat, dan nyaman.

Dengan jarak tempuh yang lebih jauh, tarif yang dipatok layanan transportasi daring memang lebih murah dibandingkan tarif jasa becak. Teknologi dalam genggaman yang hampir dimiliki oleh setiap individu membuat semua orang dapat dengan mudah dan cepat memesan jasa ojek daring tersebut.

Becak terdisrupsi pada zaman serba canggih ini. Aksi advokasi yang dilakukan paguyuban becak Kota Solo tidak mendapatkan jawaban aplikatif dari pemangku kebijakan. Becak masih bertahan di setiap sudut kota ini dengan mata pengemudi penuh harap ada masyarakat orang menghampiri menggunakan jasanya.

Rasa syukur muncul manakala masih ada beberapa pedagang pasar dan pedagang kaki lima yang menggunakan becak untuk mengangkut barang sekaligus manusia. Rezeki kembali menghampiri saat beberapa wisatawan domestik dan internasional tertarik menjajal moda transportasi tradisional ini untuk berkeliling kota.

Eksistensi becak di Kota Solo hari ini berbeda dengan di beberapa kota wisata. Di Jogja dan Blitar, misalnya, disediakan rute wisata khusus untuk becak. Atmosfer wisatanya juga akan lebih menarik minat wisatawan berkeliling dengan becak dibandingkan dengan kendaraan pribadi.

Di Kota Solo becak secara mandiri menanti calon penumpang sekaligus keberuntungan di depan pintu gerbang hotel-hotel besar di Kota Solo atau di lokasi wisata budaya. Belum tampak perlakuan dan kebijakan khusus dari pemangku kebijakan ihwal afirmasi untuk becak.

Tantangan yang harus dihadapi becak pada zaman modern ini ternyata semakin bertambah. Pembangunan yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi tak berbanding lurus dengan pertumbuhan kehidupan orang-orang yang menggantungkan perekonomian pada  becak.

Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi didongkrak dengan pembangunan infrastruktur. Jalanan beraspal lumrah kita jumpai saat ini. Untuk menambah kelancaran dan kenyamanan berlalu lintas pemerintah membangun jalan lintas atas dan jalan lintas bawah. Konon untuk memecah kemacetan di lokasi tertentu.

Solusi bagi publik namun malapetaka bagi becak. Jalan lintas atas dan jalan lintas bawah tentu tidak bersahabat bagi becak yang mengandalkan tenaga manusia. Apabila menghindari dua jalur alternatif baru tersebut tentu jarak tempuh semakin jauh. Becak semakin terisisih dalam daftar perencanaan dan implementasi kebijakan.

Bulan demi bulan berganti, bilangan tahun semakin bertambah. Belum muncul solusi untuk becak dalam menghadapi tantangan zaman digital dan kehadiran transportasi bersistem daring, dunia terempas oleh  pandemi Covid-19. Semuanya terhenti sejenak.

Jaring Pengaman Sosial

Pandemi Covid-19 berkonsekuensi ada kebijakan menjaga jarak antarindividu dan pembatasan aktivitas sosial untuk memutus rantai persebaran virus. Sejenak kota menjadi sepi, jalanan kosong, dan becak tetap diparkir di bahu jalan.

Sebagian pengemudi becak yang beraktivitas di Kota Solo memang bukan warga kota ini. Mereka ada yang dari luar kota tapi memilih melewati malam dalam segala cuaca di dalam becak dan tidak pulang ke kampung halaman.

Tantangan dan kelemahan yang dihadapi para pengemudi becak dan pemangku kebijakan kota ihwal pengelolaan becak bertambah pada masa pandemi ini. Tantangannya adalah kemiskinan. Meminjam kalimat Bandung Mawardi dalam menggambarkan dinamika keberadaan becak di Indonesia pada 1940-an, becak menggambarkan lakon kemiskinan, urbanisasi, dan kekumuhan.

Gambaran itu terjadi lagi hari ini. Para pemangku kepentingan harus memandang bahwa ini memerlukan solusi khusus untuk kemaslahatan publik dibandingkan memandangnya sebagai sesuatu yang tidak produktif dan perlu disingkirkan.

Pandemi Covid-19 yang memunculkan efek domino penurunan aktivitas ekonomi dan daya beli masyarakat telah ditangani pemerintah dengan kebijakan jaring pengaman sosial, tapi bagaimana jaring pengaman sosial bagi para pengemudi becak?

Jaring pengaman sosial membutuhkan verifikasi dan validasi berdasarkan kartu tanpa penduduk, sedangkan para pengemudi becak kebanyakan tidak punya kartu tanda penduduk yang diterbitkan pemerintah kota tempat mereka beraktivitas.

Para pengemudi becak luput dari pendataan kelompok penerima manfaat bantuan sosial. Inilah kelemahan para pengemudi becak dalam tantangan gelombang kemiskinan baru pada masa pandemi. Kebijakan publik perlu memberikan perhatian secara inklusif, pembangunan untuk semua. Semoga problem publik ini segera mendapat sorotan dan solusi yang menyejahterakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya