SOLOPOS.COM - ISTIRAHAT—Yatin, buruh gendong Pasar Beringharjo tengah beristirahat, Selasa (27/3) (JIBI/Harian Jogja/Bhekti Suryani)

ISTIRAHAT—Yatin, buruh gendong Pasar Beringharjo tengah beristirahat, Selasa (27/3) (JIBI/Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Yatin salah seorang buruh gendong di Pasar Beringharjo Jogja cemas. Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) tinggal menghitung hari. Bagi keluarganya, kenaikan yang tak sampai 50% itu sangat berarti karena berpengaruh pada penambahan penghasilan sebagai buruh gendong.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Yatin menumpahkan keluh kesahnya mendengar rencana pemerintah menaikkan harga BBM sebesar Rp1.500 per 1 April mendatang. Perempuan paruh baya itu berpikir keras mengatur pengeluaran kebutuhan dengan upah tak seberapa. Mulai dari ongkos naik bus ke lokasi kerja, makan hingga kebutuhan anak bungsunya yang masih duduk di bangku SMA.

Upah buruh gendong memang tak seberapa bila melihat tingginya harga kebutuhan pokok. Sehari bekerja, Yatin rata-rata hanya mengantongi Rp25.000. Upah itu tak akan naik meski BBM naik 10 kali setahun.

“Uang Rp35.000 itu sudah paling banyak, apalagi sekarang sudah sepi nggak ada yang diangkut. Berat sekali kalau BBM naik lagi, upah nya tetap,” ujarnya saat disambangi Harian Jogja Selasa (27/3).

Yatin harus pintar membagi upah tersebut untuk makan, membeli sembako dan sayur kebutuhan keluarga serta ongkos bus dari rumahnya di Brosot, Kulonprogo kalau ia menumpang angkutan umum ke lokasi kerja.

“Kalau naik bus dari Brosot-Jogja pulang pergi sudah Rp11.000, tapi untung saya sering numpang anak saya yang juga buruh gendong naik motor. Tapi kadang naik bus. Makan soto sudah Rp5.000 kalau nggak cuma makan nasi kucing. Jarang bawa pulang uang karena dibelanjakan ke sayur,” ungkap perempuan empat anak tersebut.

Rakyat kecil sekelas buruh gendong menurutnya, tak punya kuasa menolak rencana petinggi negeri ini menaikan harga BBM.

“Maunya nggak usah naik, cuma bagaimana bisa mau menolak,” tutur Yatin.

Kendati demikian, tak ada pilihan lain baginya selain mengandalkan tenaga mengangkat beban berat di Pasar Beringharjo. Sebab kini tak ada lagi lahan pertanian yang bisa ia garap di daerahnya di Brosot. Suaminya saja hanya bekerja sebagai buruh tani serabutan lantaran tak ada lahan pertanian.

Keresahan Yatin juga dirasakan buruh gendong Pasar Beringharjo lainnya yang jumlahnya mencapai ratusan orang.  Keresahan serupa disampaikan Seneng, perempuan warga Mergangsan yang sudah 33 tahun menjadi buruh gendong.

“Jelas berat kalau naik. Apa-apa juga ikut naik. Barang kebutuhan pokok pasti naik,” katanya. (ali)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya