SOLOPOS.COM - Warga pengguna bahan bakar solar seperti pengusaha penggilingan padi, petani dan pengrajin antri membeli solar dengan menggunakan jeriken di SPBU Bekonang, Mojolaban, Sukoharjo, Jumat (5/4/2013). (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

Warga pengguna bahan bakar solar seperti pengusaha penggilingan padi, petani dan pengrajin antri membeli solar dengan menggunakan jeriken di SPBU Bekonang, Mojolaban, Sukoharjo, Jumat (5/4/2013). (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

Warga pengguna bahan bakar solar seperti pengusaha penggilingan padi, petani dan pengrajin antri membeli solar dengan menggunakan jeriken di SPBU Bekonang, Mojolaban, Sukoharjo, Jumat (5/4/2013). (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa meminta isu pengendalian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tidak didiskusikan dulu, sebab pemerintah sedang berupaya memutuskan opsi yang akan diambil terkait permasalahan tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Tunggu saja, tunggu. Jangan didiskusikan dulu,” kata Hatta, Jumat (5/4/2013). Dari beragam opsi pengendalian BBM yang belakangan diberitakan media massa, Hatta tidak menjawab saat ditanyakan perihal keunggulan dan kelemahan masing-masing kemungkinan kebijakan itu.

Dia hanya menekankan bahwa pemerintah akan mengambil keputusan pengendalian BBM bersubsidi pada bulan ini. Keputusannya April. Pokoknya nanti akan ada keputusan,” ujar dia.

Sebelumnya Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengharapkan kebijakan pengendalian konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi dapat berjalan secara efektif agar tidak menganggu belanja subsidi energi dan defisit anggaran secara keseluruhan. “Kita harus berhasil mengendalikan dan membatasi BBM bersubsidi. Kalau tidak berhasil dikendalikan, itu nanti dampaknya ke fiskal,” ujarnya di Jakarta.

Menurut dia, kelebihan belanja energi subsidi akibat pemakaian BBM bersubsidi hingga melampaui kuota, dapat meningkatkan risiko defisit anggaran lebih tinggi dari tiga persen. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah berencana untuk memotong anggaran belanja pemerintah, karena penerimaan negara melalui sektor pajak masih melemah akibat krisis global.

Pemerintah dalam APBN 2013 memberikan pagu belanja subsidi energi sebesar Rp274,7 triliun dengan perincian subsidi BBM Rp193,8 triliun dan subsidi listrik Rp80,9 triliun dengan volume sebesar 46 juta kilo liter. Kuota volume BBM bersubsidi diprediksi dapat mencapai 53 juta kilo liter apabila tidak ada kebijakan yang memadai untuk mengendalikan konsumsi BBM, yang jumlahnya makin meningkat. Sejumlah opsi yang muncul antara lain membatasi konsumsi BBM bersubsidi, kenaikan harga BBM bersubsidi, penggunaan BBM jenis RON 90 dan lain sebagainya.

Pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atma Jaya A. Prasetyantoko mengatakan kenaikan harga merupakan opsi terbaik pengendalian bahan bakar minyak bersubsidi dibandingkan membatasi konsumsi. “Sepertinya memang opsi yang akan diambil pemerintah adalah melakukan pembatasan konsumsi secara masif. Tapi sebetulnya menurut saya yang paling efektif adalah kenaikan harga BBM bersubsidi,” ujar Prasetyantoko.

Dia mengatakan apabila pemerintah ingin melakukan upaya pembatasan konsumsi BBM, diperlukan infrastruktur yang memadai, antara lain terkait supervisi dan pengendaliannya. “Saya khawatir kalau opsi pembatasan diambil pemerintah, infrastruktur kita tidak siap,” kata dia. Dia mengatakan berbicara pengendalian BBM patut memikirkan dampak yang paling signifikan dari seluruh opsi yang ada.

Menurut dia pembatasan dan kenaikan harga BBM sama-sama akan menggiring inflasi lebih tinggi, namun secara dampak pengendaliannya akan lebih signifikan jika pemerintah menaikkan harga BBM. Prasetyantoko mengusulkan kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan secara moderat dengan kenaikan sebesar Rp1.500, dari saat ini Rp4.500 menjadi Rp6.000.

“Situasinya sudah kritis, kalau masih memakai pembatasan-pembatasan konsumsi, belum tentu dampaknya signifikan, konsumsi akan tetap tinggi. Memang mungkin kalau BBM bersubsidi dihargai Rp6.000 belum tentu juga konsumsi drop, karena konsumsi kita tinggi, tapi setidaknya alokasi APBN ke subsidi BBM tidak tinggi,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya