SOLOPOS.COM - Fahmi (Solopos/Istimewa)

Pilpres masih dua tahun lagi. Tapi, dinamika kontestasi pemilihan itu sudah terasa sekarang. Khususnya soal kandidat atau calon presiden. Media dan lembaga survey politik ikut memantik wacana soal kandidasi ini. Setidaknya, dari media dan lembaga survei kita ketahui ada tiga kandidat yang memiliki rating elektoral yang selalu di level lima besar yaitu  Ganjar, Prabowo, Anis, Jokowi, dan Ridwan Kamil. Dari kandidat tersebu, dua orang muncul dari kelompok partai pemenang yaitu PDIP: Ganjar dan Jokowi. Tulisan ini bertujuan hendak menimbang siapa yang paling berpeluang untuk maju sebagai capres di Indonesia dan capres dari PDIP.

Di Indonesia, sejak kecil kita diwarisi cerita rakyat Bawang Merah dan Bawang Putih (Supriadi: 2022). Bawang Merah disimbolkan sebagai sosok yang antagonis, ambisius, arogan, percaya diri dan berkuasa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sementara, Bawang Putih sebaliknya: sosok protagonis, santun, merakyat, rendah hati, dan lemah lembut (Setiawan : 2016).  Masyarakat Indonesia cenderung berpihak pada yang kedua ini (Imam: 2012). Cerita yang diwariskan dari generasi ke generasi ini ikut membentuk masyarakat Indonesia. Mereka lebih berpihak pada yang kedua ini: Bawang Putih sebagai representasi wong cilik dan menolak wong elite. Itulah mengapa dalam banyak event yang melibatkan suara masyarakat, mereka lebih cenderung pada yang kedua ini: Bawang Putih.

Hal itu berlaku dalam pilihan politik sampai dengan pilihan idol-idolan. Misalnya, dulu ketika kontestasi pemilihan penyanyi idola pada AFI Indosiar yang pertama. Masyarakat memilih Very yang berlatar belakang wong alit bukan wong elite. Publik tahu ia adalah anak tukang becak. Berwajah dan berpenampilan sederhana, minder, dan malu-malu. Sementara yang lain terlihat glamor, percaya diri, ambisius, dan power full. Very akhirnya terpilih sebagai penyanyi idola yang dipilih masyarakat.

Ekspedisi Mudik 2024

Begitu juga dalam pilpres 2014 dan 2019 dengan capres Jokowi dan Prabowo. Jokowi yang tampil sederhana, merakyat, sabar, dikesankan ndesa, coba bandingkan dengan Prabowo yang glamor  dengan kudanya waktu kampanye. Jokowi merepresentasikan kawula alit ( meskipun saat itu sedang berkuasa). Sebaliknya, Prabowo jadi simbol wong elite. Hasil akhirnya kita tahu Jokowi yang memenangi pilpres. Inilah karakter masyarakat kita yang selalu berpihak pada wong alit. Bukan wong elite (Hartatik: 2021).

Maka, siapa yang bisa merepresentasikan dirinya sebagai wong alit seperti Bawang Putih,  akan mendulang simpati rakyat. Makin menderita, makin besar simpati rakyat. Dulu zaman Orde Baru, Megawati dizalimi penguasa yang menyingkirkannya dari Ketua Umum partai banteng di KLB Medan. Pemerintah mendukung Suryadi sebagai ketua umum. Publik bersimpati kepada Mega. Publik tahu ini adalah skenario penguasa. Akibatnya, Mega banjir dukungan. Terbukti pada pemilu, ia berhasil membawa partainya mendulang suara besar. Menggantikan Partai Golkar yang sudah mapan berkuasa sejak Orde Baru.

Lagi-lagi, ,ini karena Godspot masyarakat Indonesia selalu berpihak pada tokoh protagonist yang dizzlimi, dibodoh-bodohkan, dan minder. Wong elite yang antagonis, ambisius, sombong, arogan, glamor, dan gagah tak didukung (Supriadi: 2022).

Terkait dengan itu, peluang terbesar kader PDIP yang akan maju sebagai capres adalah Ganjar. Sebagaimana hasil survei menunjukkan nama dia selalu di puncak survei politik  (Solopos, 23/5/2022). Ganjar merepresentasikan  tokoh protagonis Bawang Putih. Posisi sebagai Gubernur Jawa Tengah tidak membuat Ganjar memiliki otoritas yang besar di partai banteng ini. Ia dipandang masih subordinat DPP PDIP yang secara tradisional dikuasai trah Soekarno (Mustafa: 2011).  Puan dan Mega mengkritik agar jangan menjadi pimpinan medsos tapi memimpin di lapangan (Solopos, 24/5/2021). Puan mengkritik jangan memilih pimpinan yang ganteng tapi tak bisa kerja (Solopos, 28/04/2022). Kritikan itu membuat simpati publik jatuh ke Ganjar. Terbukti, rating survei Ganjar tetap  di nomor satu.  Di partainya juga sempat muncul dukungan dari  pendukung partai banteng ini (Solopos, 11/6/ 2002).

Sementara, untuk Jokowi, peluang untuk maju dari PDIP masih tetap terbuka lebar mengingat posisinya sebagai presiden saat ini. Namun, dia sudah dua kali menjabat.

Nama lain seperti Puan, peluangnya  sangat terbuka untuk maju sebagai capres. Apalagi syarat sebagai capres dari partai ini harus mendapat dukungan dari Mega (ibu Puan).

Demikianlah, politik bukanlah matematika. Ibarat sepakbola, belum tentu tim favorit selalu menang dengan tim underdog. Di lapangan bisa saja yang terjadi sebaliknya, yang tidak diunggulkan justru menang. Jadi tidak boleh pongah dalam dunia bola maupun politik. Sekadar catatan jangan sampai hanya karena ingin mendapatkan simpati ada yang menyetting dirinya menjadi seolah-olah dizalimi karena rakyat pasti akan tahu. Settingan itu adalah kualitas Bawang Merah yang punya privilise dan resources untuk memoles dirinya. Sementara Bawang Putih tampil natural apa adanya, tidak berpura-pura.

Karena itu, jika ketahuan rakyat, alih-alih mendapat dukungan, yang terjadi adalah inflasi dukungan. Sebagai mana teori Greatman dari Wagner, leader is not made but is born,  pemimpin itu tidak dibuat apalagi direkayasa tapi ia dilahirkan. Ia muncul dari proses yang natural, bukan rekayasa. Semoga di Indonesia segera lahir pemimpin yang, meminjam Gramsci (2014), pemimpin organik yang memiliki karakter seperti Cipta Lesmana (2013): tegas, berani, perseverance, teguh, bertanggung jawab, empati kepada rakyat jelata, konsisten, brilian, tidak plin- plan. Semoga.

* Opini ini ditulis oleh Muhammad Fahmi, dosen UIN Raden Mas Said Surakarta. Tulisan telah dimuat di Harian Umum Solopos, Senin (27/6/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya