SOLOPOS.COM - Ilustrasi bawang putih. (Istimewa).

Ilustrasi bawang putih

SOLO-Kenaikan harga bawang saat ini disinyalir ada kecenderungan permainan dari kartel-kartel importir bawang. Pasalnya, tidak sedikit importir yang dengan sengaja tidak mengeluarkan barang impornya meskipun izinnya telah lengkap.

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

“Seperti yang terjadi di pelabuhan Surabaya. Mereka mengatakan izinnya sudah kadaluwarsa, memang proses izin impor di empat pintu pelabuhan membutuhkan waktu 14 hari, padahal barang datang dan harus masuk ke karantina membutuhkan waktu lebih dari 14 hari, sebenarnya ini sistem yang harus kita benahi terkait proses izin. Tetapi saya mendengar ada importir yang izinnya lengkap tetap sengaja untuk tidak mengeluarkan barangnya,” jelas Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Aria Bima menanggapi melonjaknya harga bawang kepada wartawan di Boga Resto Solo, Sabtu (16/3/2013).

Menurut dia, jika hal itu benar maka kenaikan harga bawang merupakan bentuk permainan kartel-kartel importir yang akhirnya mendesak agar komoditas hortikultura menjadi barang bebas masuk impor lagi.

Dampaknya, produk nasional akan hancur. Apalagi pada bulan April mendatang, petani sudah bisa memanen bawang merah, sehingga jika bawang merah dikembalikan lagi menjadi barang bebas, maka harga bawang merah di tingkat petani akan hancur.

“Harga bawang merah di tingkat petani Rp15.000 sedangkan di konsumen Rp20.000, ini baru bisa break even point. Tetapi harga bawang merah impor dari Cina dan India hanya Rp2.000 hingga Rp3.000 saja di pasaran,” jelas dia.

Aria mengatakan kenaikan harga barang mencapai Rp40.000-Rp50.000 tidak perlu didramatisir. Karena dia menilai, harga beli bawang yang rendah di tangan petani tidak pernah dipersoalkan. “Kita bisa memersoalkan harga bawang merah yang sekarang mencapai Rp50.000 tanpa memersoalkan harga bawang dari tangan petani yang hanya Rp1.000-Rp 2.000. Ini jelas tidak adil. Kenaikan harga bawang merah saat ini jangan dipandang karena kegagalan sistem bahwa pemerintah dan DPR telah menyepakati bahwa komoditas tersebut merupakan barang yang diatur,” kata Aria.

Dia menerangkan untuk melindungi petani lokal, pemerintah dan DPR saat ini telah menyepakati bahwa komoditas yang masuk dalam barang impor yang diatur sehingga memberikan penguatan kepada petani nasional. Dengan sistem tersebut, kata dia, yang menjadi perhatian adalah penguatan di empat pintu pelabuhan yakni Surabaya, Medan, Makasar dan sebagian Jakarta.

“Kebutuhan bawang merah saat ini mencapai 25.000 ton per hari, sedangkan produksi lokal saat panen mencapai lebih dari 2.000 ton, tetapi pada saat tidak panen terjadi berkurang 20 persen,” jelasnya.

Diharapkan, sistem resi gudang bisa menjadi solusi, dimana kelebihan produk dari petani bisa disimpan dan dikeluarkan pada saat barang langka. Resi gudang saat ini sudah dilaksanakan di beberapa daerah seperti Brebes, Bantul, Cirebon, dan Magetan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya