SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Siapa tidak kenal iklan obat ternama ini? Saya rasa tidak ada! Terlebih-lebih, yang cocok dengan ‘Komix’, pasti hafal sekali iklan ini. Dari dimensi kebahasaannya, bentuk ‘dikomix’ memang menarik untuk dicermati.  Nomina atau benda seperti halnya ‘Komix’, dalam bahasa Indonesia tidak banyak yang dapat diverbakan.

Ternyata, banyak orang  yang juga biasa menggunakan  bentuk seperti ‘dijreng’ untuk maksud ‘membayar langsung tunai’. Orang juga memerantikan ‘dijreng’ untuk makna ‘menghidupkan mesin motor’. Maka, alih-alih mengatakan ‘distarter’—ada pula yang mengatakan ‘distater’ atau ‘dikontak’—lalu digunakan ‘dijreng’. Bedanya, ‘dijreng’ yang pertama maknanya ‘membayar langsung tunai’, bunyi [e] dibunyikan seperti ‘e’ pada ‘kaleng’, sedangkan untuk yang bermakna ‘menghidupkan mesin motor’, ‘e’ dibunyikan seperti pada ‘balsem’ atau ‘asem’

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

Terus, kalau Anda memiliki nomina ‘rumah’,  akhir-akhir ini lazim diubah menjadi ‘dirumahkan’ atau ‘merumahkan’. Lazimnya, kata itu digunakan untuk menyatakan maksud ‘memberhentikan dari pekerjaan’, ‘memensiun dini seseorang’ atau ‘mem-PHK seseorang’. Demikian pula kalau Anda mememiki ‘bui’, akan dapat dilahirkan bentuk baru, yakni ‘dibui’, yang maksudnya  ‘dipenjara’ atau ‘dimasukan dalam bui’. Dapat pula cara serupa dikenakan pada bentuk majemuk tertentu, seperti ‘meja-hijau’, yang dapat dibentuk kata baru ‘dimejahijaukan’, atau ‘memejahijaukan’. 

Dari ‘peti es’, dapat pula dihadirkan bentuk baru, ‘dipetieskan’ atau ‘memetieskan’, yang maksudnya ‘membekukan perkara’ atau ‘menghentikan perkara’. Tidak semua nomina dapat diturunkan menjadi verba seperti disebutkan itu. Lazimnya, verba diturunkan dari kata kerja lain, atau dapat pula dari adjektiva.

Dari kata kerja ‘tidur’, misalnya, dapat dilahirkan verba baru yang variatif bentuk dan maknanya, seperti ‘tiduran’, ‘tidur-tiduran’, ‘menidurkan’, ‘ditidurkan’, ‘tertidur’, ‘ditiduri’. Dari verba ‘makan’ bisa dilahirkan bentuk ‘memakan’, ‘dimakan’, ‘termakan’, ‘makan-makan’. Adapun dari adjektiva ‘hijau’, dapat dilahirkan verba ‘dihijaukan’, ‘menghijau’, dan mungkin beberapa lagi lainnya.

Jadi, tidak aneh jika verba dihadirkan dari adjektiva sebelumnya. Tidak aneh pula bila verba dibentuk dari verba lainnya lewat proses morfologis tertentu. Dua peristiwa morfologis di depan sepertinya memang tidak perlu banyak diperdebatkan, karena sesungguhnya memang sudah biasa terjadi.

Akan tetapi, untuk bentuk yang disebutkan pertama tadi, perhatian memang perlu  diberikan untuk lebih mengerti fenomena kebahasaan yang terjadi.  Nomina, ternyata juga dapat diverbakan dengan cara berbeda lagi, yakni dengan penambahan akhiran ‘–isasi’ atau ‘–sasi’, lalu ditambah prefiks ‘di-’ atau ‘me-‘ atau konfiks ‘di-kan’. Ambil saja nomina  ‘komputer’, yang kemudian dapat diubah menjadi ‘komputerasisi’. Selanjutnya, bentuk itu dapat diubah menjadi ‘dikomputerisasi’ atau ‘dikomputerisasikan’ atau ‘mengomputerisasi’. Bentuk ‘internet’, ternyata bisa dibentuk menjadi ‘internetisasi’, yang maknanya ‘perinternetan’ atau ‘penginternetan’, dan kemudian dapat pula diubah menjadi ‘diinternetisasi’ atau ‘menginternetisasi’, atau ‘dinternetisasikan’.
Selanjutnya terlepas dari fakta bahwa ‘lelenisasi’ atau ‘aspalisasi’ atau ‘listrikisasi’ adalah bentuk tidak benar dalam bahasa Indonesia, dan bentuk yang mesti digunakan adalah ‘usaha pemeliharaan lele’, atau ‘usaha pengaspalan (jalan)’, atau ‘usaha pemasangan listrik’, tetapi fakta kebahasaan yang muncul dalam masyarakat adalah bahwa ‘diaspalisasi’ atau ‘mengaspalisasi’ atau ‘diaspalisasikan’ itu hadir.

Demikian pula, bentuk seperti ‘selokanisasi’, yang lalu dapat dikembangkan menjadi ‘diselokanisasikan’ atau ‘menyelokanisasikan’ atau ‘diselokasinasi’. Pendek kata, dapat dikatakan bahwa hampir setiap kata dalam bahasa Indonesia dapat dibentuk kata baru, dan orang sering melupakan kaidah kebahasaan yang berlaku sesuai dengan tahapan penurunan kata yang diatur dalam morfologi bahasa Indonesia.

Kembali kepada ‘dikomix,’ seperti yang disebutkan di depan tadi, sepertinya ini pun merupakan fenomena kebahasaan relatif baru yang perlu segera dicermati dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa. Bentuk kebahasaan seperti ‘disunsilk’, ‘dipepsoden’, ‘dineosep’, ‘diselsun’, adalah bentuk yang boleh dikatakan cenderung baru dalam bahasa Indonesia.

Demikian pula bentuk seperti ‘diharjokan’ atau ‘dibernaskan’ atau ‘dikompaskan’. Boleh dibilang, bentuk itu sesungguhnya lama tapi baru. Adakah kemungkinan, bentuk demikian itu terinterferensi pemakaian bahasa daerah, seperti pada ‘wis dibodrex kok rung mari yo’, maksudnya, ‘sudah diminumi bodrex kok belum sembuh ya’. Bentuk ‘dibodrex’, dalam bahasa Jawa maknanya, ‘diminumi bodrex’ atau ‘diberi bodrex’.

Begitu pula bentuk bahasa Jawa ‘diultraflu’ pada ‘diultraflu wae cepet mari’, yang dalam bahasa Indonesia adalah, ‘diberi ultraflu saja cepat sembuh’, sepertinya telah banyak digunakan dalam praktik berbahasa keseharian.

Nah, sekarang jangan buru-buru menganggap bentuk kebahasaan yang terlahir dengan cara demikian ini sebagai bentuk tidak benar! Hemat saya, dalam bahasa Indonesia terdapat proses kreatif yang memungkinkan melahirkan kata-kata baru dari kata tertentu yang sudah ada sebelumnya, yang kemungkinan memang lebih daripada bahasa-bahasa lainnya. Betapa kita tidak merasa bangga dengan bahasa kita sendiri, yang sesungguhnya memang amat kaya itu! Maka, janganlah kita terlampau mudah terpesona, dan suka terkagum-kagum dengan bahasa miliknya tetangga, sekalipun pepatah lama mengatakan, ‘rumput tetangga memang selalu lebih hijau’. Semestinya, bahasa tidaklah demikian!!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya