SOLOPOS.COM - Penumpang menunggu bus BST di sebuah selter di Jl Ir Sutami, Jebres, Solo. Layanan BST akan diperluas dengan pembentukan konsorsium pengelolaan yang akan menambah cakupan layanan bus ini. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

Penumpang menunggu bus BST di sebuah selter di Jl Ir Sutami, Jebres, Solo. Layanan BST akan diperluas dengan pembentukan konsorsium pengelolaan yang akan menambah cakupan layanan bus ini. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

SOLO – Pemerintah Kota (Pemkot) Solo mewanti-wanti pengelolaan Batik Solo Trans (BST) ke depan tak hanya berpikir soal mencari keuntungan. Aspek pelayanan transportasi kepada masyarakat harus lebih diutamakan. Hal itu ditegaskan Sekretaris Daerah (Sekda) Solo, Budi Suharto, Jumat (7/12/2012).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Sekda, transisi pengelolaan BST menjadi konsorsium hendaknya tak terjebak pada konsep profit oriented. “Jangan terkungkung menjadi mesin uang, seolah-olah penambahan 10 BST ini investasi untuk mencari keuntungan. Kami kurang sependapat kalau seperti itu,” ujarnya.

Sekda mengakui keberadaan konsorsium bakal memiliki konsekuensi tersendiri dalam pengelolan BST, salah satunya soal tarif. Untuk hal itu, Sekda menjamin Pemkot bakal memainkan perannya dalam mengontrol penentuan tarif. Langkah tersebut akan dituangkan dalam perjanjian kerja sama pengelolaan. “Kami tak melarang konsorsium mencari keuntungan, itu logis karena mereka butuh dana operasional dan lain sebagainya. Yang kami tekankan, jangan sampai upaya itu merugikan warga terlalu jauh.”

Sekda menerangkan, besaran tarif BST harus selamanya berada dalam jangkauan masyarakat. Jika ada indikasi konsorsium menetapkan tarif di luar kemampuan masyarakat, Pemkot tak akan tinggal diam. “Harus dipahami, BST ini arahnya benefit oriented, bukan profit oriented. Angkutan publik harus tetap menjadi milik publik. Kombinasi antara pelayanan dan keuntungan harus terkonsep matang dalam konsorsium nantinya,” tutur Sekda.

Lebih lanjut, Budi menerangkan armada BST tetap menjadi aset meski pengelolaannya diserahkan konsorsium. Mengenai kemungkinan pemberian subsidi bagi BST, Sekda membuka peluang. Hanya saja, dia mengakui subsidi itu belum dianggarkan dalam APBD 2013. “Subsidi harus karena menyangkut komitmen. Namun kami belum mengarah ke sana karena masih melihat bentuk konsorsium.” Menurut Sekda, subsidi bagi BST tak melulu berupa finansial. Penambahan fasilitas penunjang BST, imbuhnya, juga bisa dimaknai subsidi. “Kalau subsidi finansial belum dimungkinkan, kami akan bergerak di sisi itu.”

Salah seorang pengguna BST, Erna, 18, berharap tarif BST bakal tetap terjangkau meski terdapat perubahan pengelolaan. Menurut siswi salah satu SMA swasta di Solo ini, tarif Rp.3000 sekarang sudah ideal bagi penumpang sepertinya. “BST harus tetap klop dengan kantong pelajar. Kalau bisa ya jangan naik,” harapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya