SOLOPOS.COM - Bachtiar Nasir (JIBI/Solopos/JIBI/Wahyu Putro A)

Bareskrim mendalami kasus dugaan TPPU yang terkait Bachtiar Nasir.

Solopos.com, JAKARTA — Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipedksus) Bareskrim Polri terus mendalami kasus yang menyeret nama Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI), Bachtiar Nasir. Dia diduga terlibat tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Yayasan Keadilan Untuk Semua.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Yayasan tersebut merupakan wadah untuk menampung sumbangan umat dalam Aksi Bela Islam yang berlangsung sebanyak tiga kali. “Kita tahu ada penghimpunan dana dari umat ya. Kita sedang pastikan bahwa penyimpangan penggunaan dana itu kita sedang proses,” kata Dirtipideksus, Brigjen Agung Setya di Bareskrim Polri, KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2016), dikutip Solopos.com dari Okezone.

Agung mengaku telah mengantongi sejumlah barang bukti dalam melakukan penyidikan kasus pencucian uang tersebut. Namun, ia enggan merinci apa saja bukti-bukti yang menyeret Bachtiar Nasir tersebut. “Bukti banyak, kita enggak boleh sampaikan. Datanya dari macam-macam,” imbuhnya.

Selain itu, Agung membenarkan bahwa penyidik Korps Bhayangkara telah bekerja sama dengan ?Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna memastikan adanya penyimpangan aliran dana tersebut. Langkah ini untuk mendalami adanya dugaan dana Yayasan Keadilan Untuk Semua yang dikirim ke Suriah.

“Nanti-nanti, kita tanyakan dulu kepada yang bersangkutan [Bachtiar Nasir],” tandasnya.

Bachtiar Nasir tak hadir saat dipanggil penyidik guna dimintai keterangan soal adanya dugaan pencucian uang di Yayasan Keadilan Untuk Semua. Surat Panggilan bernomor S Pgl/368/II/2017/Dit Tipideksus tertanggal 6 Februari 2017 yang ditandatangani oleh Kasubdit III TPPU, Kombes Pol. Roma Hutajulu.

Melalui kuasa hukumnya ?Kapitera Ampera, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) itu beralasan ketidakhadirannya lantaran kesalahan prosedur dalam penulisan surat panggilan yang diterimanya. “Surat panggilan diantar tanggal 6 Februari malam, dan harus hadir tanggal 8 Februari. Padahal di Pasal 227 KUHP menyebutkan bahwa surat panggilan itu minimal tiga hari. Ini baru dua hari,” ujar Kapitra.

Menurut dia, hal itu bertentangan dengan Pasal 227 Ayat 1 KUHP yang menyebut surat panggilan harus disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan dalam surat panggilan. Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan yayasan dan pokok perkara dalam kasus tersebut. “Kami enggak tahu yayasan apa, tidak dijelaskan dalam surat panggilan, perkara pokoknya apa,” katanya.

Untuk itu, pihaknya akan meminta penjelasan kepada penyidik Bareskrim terlebih dulu. “Kami minta konfirmasi dulu kepada penyidik. Setelah terang-benderang, klien saya siap dipanggil kapan saja,” ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya