SOLOPOS.COM - Kantor Desa Samiran, Selo, Boyolali, Senin (20/3/2023). (Solopos/Ni'matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Menjamurnya tempat wisata, homestay, dan kafe di Desa Samiran, Kecamatan Selo, Boyolali, ternyata tak memberikan sumbangan sepeser pun ke pendapatan asli (PA) desa. Bahkan, para investor yang membangun homestay dan kafe itu jarang yang sekadar datang untuk kulanuwun ke pemerintah desa.

Berdasarkan data dari https://seloapp.com/petawisataselo/datawisata.php yang dikelola Pemerintah Kecamatan Selo, ada enam tempat wisata di Samiran. Enam tempat itu yakni Embung Manajar, Bukit Sanjaya, Dewi Sambi, Petilasan Kebo Kanigoro, Simpang Paku Buwono (PB) VI, dan Taman Bunga Merapi Garden Selo.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Selain itu 18 kafe atau rumah makan di Samiran. Kafe tersebut antara lain Argo Loro Kopi, Nuansa Bening, Kopi Dari Hati d’Kebon, D’ Garden Cafe Selo, AA Cafe Resto, Queen Sanjaya Coffee, Argobumi.

Kemudian Merapi Garden, Omah Kita, D’Highland Selo, Ndalem Coffee, Bolo Kopi Selo, Merbabu Story, Selosa Coffee, Pusat Kuliner Jajanan Selo, MYFATHER COFFEE AND RESTO, dan Langit Pitu.

Sedangkan homestay, ada 11 unit di Samiran, Boyolali, yaitu Selo Pass, Bungalow Tersenyum, D’Highland, Omah Kita, Kampung Homestay Damandiri, Bukit Sanjaya Resort, Villa Sanjaya, Hartono Resort, Argo Loro, dan The Great Villa.

Kepala Desa atau Kades Samiran, Suherman, mengungkapkan belum ada tempat wisata di Samiran yang dikelola pemerintah desa (pemdes). Embung Manajar pun baru diserahkan dari Pemkab Boyolali ke Pemdes Samiran pada awal 2023.

Investor Sewa Lahan Warga

Akibatnya retribusi belum mengalir ke Pemdes karena belum ada Peraturan Desa (Perdes) yang mengaturnya. “Kalau orang yang enggak tahu, wah Samiran banyak kafe, banyak wisata, banyak homestay, pasti pemasukan untuk desa luar biasa. Padahal enggak ada, sepeser pun enggak ada,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com di kantornya, Senin (20/3/2023).

Ia mengungkapkan hal tersebut terjadi karena investor menyewa lahan warga, bukan tanah kas desa. Semisal yang disewa investor adalah tanah kas desa, tentu akan ada retribusi yang mengalir ke PA Desa Samiran. “Tapi itu kan punya warga, misal saya di Pemdes nariki kan pungli,” jelasnya.

Herman menyebut banyak investor tertarik berinvestasi termasuk dengan membangun homestay di Samiran, Boyolali, karena letaknya yang menawarkan keindahan panorama Gunung Merapi dan Merbabu. Selain itu, Samiran juga berada di pusat kota kecamatan sehingga dianggap strategis.

Namun, ia mengakui tidak ada pemasukan dari homestay itu ke pemerintah desa. Ia mengatakan masih mencari tahu bagaimana dulu kesepakatan antara para investor itu dengan kepala desa-kepala desa terdahulu.

“Ya saya sendiri juga bingung, awalnya [saat homestay itu bermunculan] saya belum menjadi kepala desa, itu kepala desa yang dulu terkait MoU [memorandum of understanding] dengan desa bagaimana,” jelasnya.

Tak hanya tak mendapatkan pemasukan untuk PA desa, Herman menceritakan beberapa investor bahkan tidak kulanuwun ke Pemdes Samiran ketika membuka usaha di desa tersebut. Mereka biasanya langsung berhubungan dengan masyarakat yang menyewakan tanah.

Hal tersebut terkadang membuatnya tidak tahu terkait perkembangan kafe, homestay, atau hal-hal yang berbau wisata di Desa Samiran, Boyolali. “Istilahnya enggak pamitan ke desa, jadi saya enggak tahu. Kemarin saya sempat komplain ke tata ruang tata wilayah, bertanya, kalau begini terus fungsi dan kewenangan pemerintah desa bagaimana?” cerita dia.

Menemui Jalan Buntu

Herman mengaku telah berkonsultasi ke berbagai instansi pemerintah terkait hal tersebut, akan tetapi ia menemui jalan buntu. Ia menceritakan satu-satunya pemasukan untuk PA desa adalah sewa tanah bengkok senilai Rp104 juta per tahun.

Saat ini, Herman mengatakan peluang yang paling mungkin nantinya untuk menambah Pendapatan Asli Desa Samiran berasal dari Embung Manajar. Embung Manajar sementara masih dikelola masyarakat sekitar.

“Itu nanti masyarakat yang mengelola, uangnya dipakai mereka untuk perbaikan jalan atau perawatan di bagian atas. Jalan menuju Embung Manajar kan memang masih ekstrem sekali, itu jalan masyarakat untuk usaha tani juga,” kata dia.

Herman menegaskan ia bukannya tidak bersyukur dengan banyaknya tempat wisata, homestay, dan kafe meski tidak menyumbang pendapatan desa. Ia hanya ingin meluruskan anggapan masyarakat yang mengira pendapatan Desa Samiran melimpah padahal kenyataannya tidak seperti itu.

“Yang penting, prinsipnya masyarakat dapat dampak positifnya [dari pariwisata]. Perekonomian mereka dapat terbantu, warga nyaman, saya juga sudah senang,” kata dia.

Menurut Herman, Desa Samiran terdiri atas 12 dukuh dengan 35 RT, sembilan RW, dan empat dusun. Ada 4.000-an penduduk di Samiran dengan 90 persen bermata pencaharian sebagai petani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya