SOLOPOS.COM - Hasil rehab RTLH yang hanya menggunakan dana bantuan dari BLM PNPM-MP yang bersumber dari World Bank ditambah bantuan dana dari Griya Layak Huni yang bersumber dari United Nation Habitat di Kampung Kusumodingratan, Kemlayan, Solo, Jumat (6/7/2012). (FOTO: Ayu Prawitasari/JIBI/SOLOPOS)

Hasil rehab RTLH yang hanya menggunakan dana bantuan dari BLM PNPM-MP yang bersumber dari World Bank ditambah dana bantuan dari Griya Layak Huni yang bersumber dari United Nation Habitat di Kampung Kusumodingratan, Kemlayan, Solo, Jumat (6/7/2012). (FOTO: Ayu Prawitasari/JIBI/SOLOPOS)

Java Expo belum lagi di-launching, Rabu (4/7) siang. Meski begitu, puluhan stand telah siap buka dengan dua-tiga orang penjaga di masing-masing stand-nya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dikontrak Bank Jateng selama Java Expo berlangsung, Rullyani pun mulai menjaga stand bank yang banyak bermitra dengan pengrajin kecil. Dengan jadwal buka stand yang panjang mulai dari pagi hingga malam hari, aktivitas sosial Rully pun terpaksa dihentikan dulu.

Wanita yang aktif di LPMK dan PNPM, khususnya di bidang pemberdayaan wanita, hingga menjadi ketua Forum Kader Posyandu (FKP) Solo ini membagi pengalamannya selama aktif di masyarakat. “Kalau 24 jam bagi orang lain cukup, bagi saya tidak. Bayangkan dalam satu hari itu saya harus mengajar di PAUD, menjalankan tugas sebagai anggota lembaga keswadayaan masyarakat (LKM), mengurusi Posyandu, PKK dan masih banyak lagi. Jadi yang namanya rapat sudah jadi makanan tiap hari, dari pagi hingga kadang ke pagi lagi,” ujarnya tergelak.

Dengan beragam kegiatan sosial itu, Rully mengaku memang mendapatkan imbalan. “Jangan tanya berapa karena kecil sekali. Makanya banyak warga yang tak mau. Beda dengan orang yang bekerja di kantoran. Tapi karena kebesaran Tuhan lah, apa yang saya dapatkan setiap bulan bisa untuk menghidupi dua anak saya,” ujarnya.

Senada dengan Rully, Koordinator LKM Semanggi, Solo, Syahrir Rozie mengatakan kebanyakan warga enggan berkiprah dalam kegiatan kelurahan. Sehingga meski kegiatan banyak namun yang ditemui petugas kelurahan selalu orang-orang itu saja.

Ditanya penyebabnya, Rozie mengaku tidak tahu. Namun dia menduga sikap apatis masyarakat salah satunya disebabkan banyaknya ekspektasi mereka terhadap program yang tak sampai.

“Mungkin karena kecewa atau karena ada sebab lain, saya kurang tahu. Tapi kalau sebabnya kecewa ya wajar apabila dalam banyak kegiatan kelurahan hanya orang-orang itu saja yang selalu tampak,” ujar Rozie.

Begitu sepinya minat masyarakat tersebut, diakui Rozie, membuat dirinya harus bergelut di berbagai bidang pemberdayaan masyarakat mulai dari LPMK, LKM, FKPM (Forum Kemitraan Polisi Masyarakat), LSM dan berbagai kegiatan lainnya lantaran tak ada yang mau.

Sikap apatis masyarakat terhadap program pemerintah juga dibenarkan Sekretaris Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPKD) Solo, Samuel Rory. Menurutnya, hampir di semua kelurahan yang terlibat aktif dalam program pemerintah adalah segelintir orang. Rata-rata satu orang bisa mengenakan minimal tiga hingga empat baju organisasi. “One man show-lah. Sebaliknya yang membutuhkan bantuan itu justru kesulitan mendapatkan akses,” ujarnya.

Memang bagus, imbuh Rory, apabila yang terlibat aktif dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat tidak punya pamrih apapun. Namun kebanyakan mereka yang terlibat minimal mengharapkan sesuatu atau yang lebih buruk justru memanfaatkan kegiatan itu untuk dirinya sendiri. Bahkan banyak juga terjadi mereka yang tidak terlibat namun punya informasi memanfaatkan bantuan secara menyimpang.

Untuk meminimalisasi karut marutnya distribusi bantuan pengentasan kemiskinan menurut Rory kerjasama antara LSM, CSR maupun SKPD yang punya kepentingan mutlak diperlukan. Kerja sama tersebut bisa dilakukan dalam bentuk saling koordinasi dan konsolidasi di bawah Bappeda. Atmosfer yang tercipta sekarang ini menurut Rory justru saling curiga antara satu sama lain.

Rory menambahkan, dirinya yakin dengan adanya kerja sama antara semua pihak data valid mengenai warga miskin di Kota Solo ini bisa didapat. Data valid tersebut selanjutnya bisa digunakan oleh pemerintah, pendonor hingga CSR sebagai acuan dalam rangka distribusi bantuan sehingga penumpukan tak terjadi. Peran LSM hingga fasilitator Musrenbangkel di tahapan ini juga perlu untuk memberikan sosialisasi mengenai program pemerintah hingga ke tingkat bawah supaya tidak terjadi ekslusifitas dalam cakupan informasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya