SOLOPOS.COM - Panitia Solo Indonesia Culinary Festival (SICF) 2021 bersama perwakilan anggota Indonesian Chef Association (ICA) Solo, dan Komunitas Sapi Tunggang Boyolali, menunggangi sapi Jawa melintasi di depan Kori Kamandungan, kompleks Keraton Solo, Kamis (21/10/2021). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Pemkot Solo menyatakan tak bisa banyak membantu ihwal pembiayaan perbaikan maupun perawatan bantuan bersejarah karena terkendala keterbatasan anggaran.

Kendati begitu, Pemkot tetap berupaya mencarikan dana dengan mengetuk pintu perusahaan agar mengalokasikan dana corporate social responsibility (CSR) guna membantu melestarikan benda cagar budaya Kota Bengawan.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Perda No 10/2013 tentang Pelestarian Cagar Budaya mengamanatkan Pemkot Solo untuk mengalokasikan dana, insentif, hingga kompensasi bagi pemilik BCB guna menunjang perawatan. Terkait itu, Pemkot tengah menjajaki kerja sama dengan kalangan swasta untuk berkontribusi dalam pelestarian cagar budaya.

Baca Juga: Gugatan Perlawanan Eksekusi Sriwedari Solo Ditolak, Ini Respons Gibran

Sebagai informasi, Solo memiliki 187 cagar budaya yang meliputi benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan. Sebanyak 91 cagar budaya di antaranya telah masuk SK Wali Kota, Gubernur atau pemerintah pusat.

Namun dari deretan bangunan bersejarah dan cagar budaya tersebut, hanya sedikit yang mampu didanai Pemkot setelah munculnya Perda Cagar Budaya. Gagasan Perwali yang mengatur teknis pemberian insentif bagi pelestari BCB pun terkatung-katung sejak 2015.

Kepala Bidang Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Dinas Kebudayaan Solo, Sukono, mengatakan alokasi dana pemeliharaan BCB selama ini cenderung tak menjadi perhatian dalam pembahasan anggaran dengan DPRD. Alhasil, instansinya harus mengatur prioritas dengan dana yang mepet.

Baca Juga: Burung Cabe-Cabean Ikut Disita BNNP Jateng dari Kasus Peredaran Narkoba

Pelibatan Kalangan Swasta

Sungkono mengatakan anggaran perawatan BCB tahun ini hanya Rp400 juta dan telah dialokasikan untuk pengecatan Masjid Agung, gapura Pasar Klewer, dan gapura Gladag.

Keterbatasan anggaran memang jadi problem tersendiri. Kami belum bisa menjangkau perawatan BCB milik pribadi seperti dalem-dalem pangeran di Keraton Solo. Pengurangan pajak bumi dan bangunan [PBB] sebesar 30% telah kami berikan dengan syarat pengelola proaktif,” ujar Sukono saat dihubungi Solopos.com, Selasa (14/12/2021).

Sukono menjajaki pelibatan kalangan swasta untuk turut mendukung perawatan cagar budaya. Menurut Sukono, hal itu dimungkinkan dan telah berhasil di sejumlah daerah seperti Gresik.

Baca Juga: Solo dan Sukoharjo Jadi Lokasi Syuting Film Srimulat: Hil yang Mustahal

Sukono menilai sudah saatnya corporate social responsibility (CSR) tak hanya diwujudkan pembangunan fisik, melainkan diarahkan untuk pelestarian cagar budaya. “Perlu sinergi antarstakeholder. Kalau hanya mengandalkan anggaran pemerintah, BCB bisa semakin berisiko rusak. Kami berencana studi banding ke Gresik untuk mendalami opsi ini [pendanaan BCB lewat CSR],” ujarnya.

Pegiat komunitas pencinta sejarah Solo Societeit, Fauzi Ichwani, menilai Pemkot perlu punya langkah riil untuk melestarikan cagar budaya selain lewat pelabelan BCB. Pencermatan Solopos.com, ada empat pasal di Perda Cagar Budaya yang mengatur soal alokasi bantuan Pemkot pada pengelola cagar budaya.

Selain bantuan dana, pengelola berhak mendapatkan pengurangan PBB serta kemudahan perizinan. “Perlu ada hak dan kewajiban yang seimbang sehingga pengelolaan BCB dapat berkelanjutan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya