SOLOPOS.COM - Ilustrasi Kredit (JIBI/Harian Jogja/bisnis.com)

Solopos.com, JAKARTA-- Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Juda Agung mengatakan saat ini perbankan masih mempunyai ruang untuk menurunkan suku bunga kredit guna membantu percepatan pemulihan ekonomi nasional.

"Memang Suku Bunga Dasar Kredit [SBDK] turun cukup signifiikan di Februari akhir. Jadi ketika kita mengeluarkan kebijakan transparansi suku bunga, itu segera direspons SBDK-nya turun 0,98 persen di Februari tapi suku bunga kredit baru di bulan berikutnya hanya turun 0,48 persen," ujar Juda dalam webinar bertajuk "Peran Kebijakan Makroprudensial dalam Pemulihan Ekonomi" di Jakarta, seperti dilansir Antaranews, Jumat (28/5/2021).

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Sehingga, lanut Juda, kalau dilihat secara tahunan SBDK turunnya sekitar 1,74 persen atau 174 basis poin tapi ini total suku bunga kredit baru hanya turun 0,59 persen. Artinya masih ada ruang untuk bank menurunkan.

Baca Juga: KPR DP 0 Persen Seret, Mending Pakai Uang Muka?

Overhead Cost

Juda menekankan pemulihan ekonomi akan berjalan lambat apabila suku bunga kredit tidak turun. "Sebenarnya bank-bank sudah melaporkan mengenai SBDK kepada OJK. Jadi sebenarnya BI cuma melakukan assessment. Kita lihat di Februari kenapa tidak turun-turun, itu karena komponen SBDK yang juga dilaporkan ke OJK, ternyata profit margin masih tinggi dan justru mengalami peningkatan. Overhead cost juga sudah mulai turun dengan adanya efisiensi dengan digitalisasi segala macam. Ini yang kemudian kita dorong kita transparan lah ke publik . Dengan transparansi ini, Alhamdulillah terutama bank-bank pemerintah sudah menurunkan SBDK-nya cukup signifikan," kata Juda.

Juda menjelaskan SBDK merupakan semacam indikatif atau komitmen suku bunga kredit yang akan diberikan oleh bank kepada nasabah. Meski demikian, lanjut dia, SBDK perbankan memang sudah turun tapi turunnya belum cukup signifikan.

"Kami lihat overhead cost sudah turun tapi di faktor-faktor seperti risiko dan profit margin yang seringkali masih sangat rigid. Itu yang perlu direspon perbankan. Memang kita tahu resiiko kredit masih ada, tapi kita tidak bisa chicken and egg, kita tunggu sektor riil bergerak baru perbankan bergerak. Kita harus bergerak bersama dari sisi supply dan demand," ujar Juda.

Baca Juga: Kolabarasi dan Perubahan Mindset, Kunci UMKM Go Global

Juda juga mengatakan suku bunga kredit perbankan sekarang masih di 9,57 persen, sementara suku bunga deposito yang sangat fleksibel dalam merespons kebijakan moneter longgar, sekarang berada di level 3,64 persen.

"Artinya apa? Bukannya malah turun, sekarang spread-nya masih mengalami peningkatan. Jadi tidak heran kalau NIM-nya masih cukup tinggi," kata Juda.

Net Interest Margin (NIM) perbankan saat ini masih terjaga di kisaran 4,53 persen, masih yang paling tinggi di antara negara-negara di Asia seperti Singapura dan Malaysia yang NIM-nya hanya di kisaran 1,4 dan 1,5 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya