SOLOPOS.COM - Oriza Viloza (Solopos/Istimewa)

Ada 64 kejadian banjir yang tercatat dalam Sistem Informasi Tanggap Bencana (Sitaba) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sepanjang November 2022, dikutip Senin (28/11/2022). Salah satu yang disebut di sana yakni data banjir di Sukoharjo pada 19 November 2022.

Weru, Nguter, Grogol, merupakan kecamatan yang terdampak banjir itu. Agak berbeda dengan catatan Solopos.com yang menyertakan Kecamatan Mojolaban sebagai wilayah yang juga terdampak.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Data Sitaba itu menyebut curah hujan dengan intensitas tinggi sebagai salah satu penyebab banjir. Peningkatan debit air membuat Sungai Gandul orde 3, Sungai Ndukuh, Sungai Mulyoroto, dan Sungai Samin, tidak mampu menampung air hujan.

Tanggul Sungai Jaran jebol maka air menggenangi ruas jalan dan permukiman penduduk, juga menggenangi lahan pertanian. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sukoharjo mencatat kerugian akibat banjir di Kota Makmur itu mencapai Rp2,202 miliar. Kerugian paling banyak dialami SMA Negeri 1 Weru Sukoharjo mencapai Rp1,48 miliar.

Di Sragen, banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo merendam sawah seluas 242 hektare. Sawah itu berada di tiga kecamatan, yakni Tanon, Sidoharjo, dan Plupuh. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan KP) Sragen mencatat banjir menggenangi sawah selama 10 jam. Artinya, banjir merendam sawah tidak berdampak kerugian karena rata-rata usia tanam baru sebentar dan masih bisa diselamatkan.

Lagu Jangkrik Genggong yang dibawakan Waldjinah seolah kembali mengalun. “Semarang kaline banjir.” Permukiman penduduk di Kecamatan Ngaliyan, Kelurahan Mangkang Wetan, dan Kelurahan Tambakaji, tergenang pada 8 November 2022. Sejumlah mobil yang terparkir di permukiman di sana ringsek setelah terseret arus air.

Sama dengan di Sukoharjo, banjir itu disebabkan oleh curah hujan berintensitas tinggi lalu membuat sungai tak mampu menampung akhirnya air meluap tak terkendali. Anak Sungai Bringin, Semarang, menjadi perhatian setelah airnya meluap dan datang sebagai bencana.

Banjir juga terjadi di Kota Semarang pada 4 November 2022. Saat itu, aliran hulu Sungai Plumbon di wilayah Mangkang membuat elevasi muka air di Bendung Plumbon mencapai 100 sentimeter. Air meluap dan menggenangi permukiman, jalan, dan lahan pertanian.

Pendidikan, pertanian, transportasi, bahkan ekonomi, menjadi sektor yang terdampak dari sederet kasus banjir di atas. Masalah banjir terbukti tidak terlepas dari tata kelola saluran air.

Hal ini mengingatkan tentang banyaknya aduan genangan air di Kota Solo. Otoritas terkait kurang suka jika genangan air di sejumlah ruas jalan di Kota Solo dicatat sebagai kasus banjir.

Memang ada kategori durasi genangan sebelum membanderolnya dengan istilah banjir. Namun, genangan merupakan sinyal peringatan akan potensi banjir.

Pengerukan sedimen pada sejumlah saluran air terlihat dilakukan di Kota Solo. Juga pemetaan sumber banjir. Tidak sedikit proyek terkait saluran air dengan pengguna anggaran Kementerian PUPR dikerjakan di Kota Solo.

Alhasil, kasus banjir karena backwater Sungai Bengawan Solo pun jarang terdengar. Fakta sungai-sungai di Solo yang notabene lebih rendah dari muara, Bengawan Solo, bisa disiasati.

Perlakuan terhadap saluran air cukup mengatasi masalah genangan dan banjir di kota yang laju pertumbuhan permukimannya cenderung tidak signifikan. Beda halnya seperti di Klaten, Sukoharjo, Sragen, dan Karanganyar, yang masih memiliki banyak lahan pendukung peningkatan laju pertumbuhan permukiman.

Pemerintah daerah, warga, dan semua yang tinggal di sana tak bisa tutup mata. Juga pengembang perumahan, wajib taat ketentuan tata kelola lingkungan. Calon pembeli perumahan juga harus jeli memetakan pengembang yang hanya berpikir parsial soal saluran air.

Di sisi lain, gerakan memetakan potensi sungai di Klaten perlu diapresiasi. Otoritas penanggulangan bencana, pemerhati sungai, sukarelawan, warga, terlihat guyub bergerak bersama memikirkan kelangsungan sungai.

Kesadaran hidup harmonis bersama alam seperti itu yang perlu digalakkan. Dalam urusan tata kelola lingkungan dan menghadapi isu perubahan iklim, semua pihak tak boleh sekadar seperti parikan jangkrik genggong luwih becik omong kosong. Perlu cara berpikir realistis dan langkah konkret demi mewujudkan warisan lingkungan yang baik bagi generasi mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya