SOLOPOS.COM - Suasana rumah warga di bantaran Sungai Ciliwung yang terdampak banjir di Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta, Senin (5/2/2018). (JIBI/Solopos/Antara/Galih Pradipta)

Anies-Sandi berbeda pendapat soal normalisasi Sungai Ciliwung atau naturalisasi untuk mengatasi banjir Jakarta.

Solopos.com, JAKARTA — Banjir yang merendam beberapa wilayah Ibu Kota Jakarta beberapa hari lalu menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan – Sandiaga Uno.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) menyatakan normalisasi bisa efektif menuntaskan masalah banjir di Ibu Kota. Namun, untuk melakukan hal ini, Anies dan Sandiaga berbeda pendapat.

Normalisasi dilakukan untuk mengembalikan lebar dan alur Sungai Ciliwung dengan kondisi normal, yakni antara 35-50 meter. Setelah itu, yang perlu dilakukan adalah penguatan dinding sungai, dan pembangunan tanggul yang dilengkapi dengan jalan inspeksi di sepanjang sisi sungai sekaligus menjadi sempadan sungai dengan lebar 6-8 meter.

Sayangnya, proyek normalisasi yang dimulai sejak 2014 silam seakan tidak terdengar kembali. Pemerintah pusat telah membangun sheet pile sepanjang 19,5 km dari Pintu Air Manggarai hingga ke Jalan TB. Simatupang. Padahal, total panjang yang harus diselesaikan mencapai 38 km.

Pengerjaan proyek tersebut terkendala pembebasan lahan yang penanganannya menjadi tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta.

Penggusuran

Normalisasi dengan konsekuensi penggusuran warga yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung ini menjadi kontroversi. Anies belum menunjukkan ketegasan atas kelanjutan proyek normalisasi Sungai Ciliwung,

Anies memilih istilah naturalisasi sungai dan membenarkan jika hal itu merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi banjir. Meski demikian, ia tetap enggan berkomentar lebih jauh soal kelanjutan normalisasi.

“Nggak mau. Nanti. Sampai situ dulu. Saya nggak mau berkontroversi dulu lah hari ini. Kita beresin dulu soal pengungsinya. Kita amankan,” ujar Anies beberapa hari lalu.

Berbeda dengan Anies, Sandiaga justru menyatakan akan menyiapkan anggaran kebutuhan pembebasan lahan sesuai dengan rekomendasi BBWSCC. Bahkan, dia menuturkan jika anggaran yang dikeluarkan untuk penanggulangan dan pembangunan sistem pengelolaan banjir harus disepakati tanpa negosiasi.

“Itu non-negotiable, Pemprov DKI harus mendanai semuanya,” ucap Sandi.

Sandi menyatakan akan mendorong pembangunan rumah sederhana sewa (rusunawa) sebagai kompensasi warga yang terdampak normalisasi. Namun, dia meminta rusunawa tersebut dibangun dekat tempat tinggal awal warga sekitar.

Menurutnya, seluruh persyaratan dan ketentuan untuk melanjutkan proyek normalisasi sudah mumpuni. Bahkan, dia menyebut Undang-Undang No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Pembangunan Untuk Kepentingan Umum secara ekspisit telah mengatur tentang kewenangan pemerintah melaksanakan pembangunan.

“Aturan itu memberikan keleluasaan bahwa proyek yang berpengaruh kepada kepentingan umum dan negara hadir di situ. Sengketa dibawa ke pengadilan, tapi lahannya bisa langsung ke pemerintah untuk dibangun. Intinya, kami ingin ini tidak berlarut-larut,” kata Sandiaga.

Setuju dengan pendapatan Sandi, beberapa anggota DPRD DKI juga mendesak Anies untuk melanjutkan normalisasi. Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono meminta Anies dan Sandiaga melanjutkan program normalisasi Sungai Ciliwung sebagai solusi penanganan banjir di Ibu Kota.

“Normalisasi Sungai Ciliwung harusnya jadi program prioritas Anies-Sandi. Wajib dilanjutkan,” ujar Gembong kepada Bisnis/JIBI, Rabu (7/2/2018).

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Mochammad Taufik meminta Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno melanjutkan program normalisasi Sungai Ciliwung. Menurutnya, program tersebut merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi banjir di Ibu Kota.

“Saya kira gini yah, normalisasi sungai itu harus tetap dilakukan. Tetapi, dengan teratur dan berkesinambungan, jangan sepotong-sepotong,” katanya.

Berdasarkan data APBD DKI 2018, pagu anggaran untuk Program Pengendalian Banjir dengan nomor kegiatan 1.03.01.019 Pengadaan tanah sungai/saluran sebesar Rp853,3 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya