SOLOPOS.COM - Baningsih Bradach Tedjokartono (JIBI/SOLOPOS/Dok)

Hidup di lingkungan keluarga pedagang, Baningsih Bradach Tedjokartono mau tidak mau menjadikan toko kelontong milik ayahnya, Tedjokartono, yang berada di kawasan Triwindu sebagai rumah kedua. Mengingat-ingat masa kecilnya dulu, Baningsih yang dijumpai Espos di kediamannya di Jl Yosodipuro, Solo, sesekali tersenyum ringan. Hal yang paling diingat adalah setiap sepulang sekolah, dia kerap menghabiskan waktu membantu orangtuanya.

Baningsih Bradach Tedjokartono (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Promosi Riwayat Banjir di Semarang Sejak Zaman Belanda

Peralihan jenis bisnis toko penyedia alat-alat listrik menjadi penyedia produk otomotif membuatnya makin mengenyam seluk-beluk bisnis secara otodidak. Berbekal pengalaman itulah dia sempat mendirikan toko penyedia alat-alat pertanian yang menggunakan mesin-mesin Jepang. Tak lama memang dia menggeluti bisnis tersebut. Pada 1998, banyak produk bermesin China masuk ke Indonesia. Dengan harga yang lebih murah dibandingkan mesin pertanian dari Jepang, bisnis yang digeluti Baningsih tak berumur panjang.

Bukan bermental pebisnis sejati jika sekali jatuh dirinya tak berani bangkit lagi. Dia pun tak ingin berlarut-larut dalam kegagalan, bergegas menggagas bisnis lainnya yang lebih profit seperti berjualan mebel keluar negeri. Banyak yang dilakukannya mulai dari berburu mebel-mebel unik di seputaran Solo. Barang-barang itu dikirim ke berbagai negara di Eropa setelah disortir.

Baningsih mengungkapkan namanya bisnis, jatuh-bangun itu biasa jadi jika saat ini bisnis sedang tidak baik jangan terlalu lama berdiam diri tetap harus cepat bangkit lagi. “Seperti saat ini bisnis mebel saya sedang tidak baik, tapi saya tidak mau berhenti begitu saja,” tegasnya.

Menggeluti dunia bisnis apapun itu serba gambling dan tak terduga, jadi harus siap mental saat kondisi bisnis tak menentu. Dia mengungkapkan berbisnis tak seharusnya hanya fokus untuk mengembangkan usaha tetapi juga memberikan studi kelayakan standar bagi karyawan atau tenaga kerjanya. Baningsih yang kini duduk sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Solo mengungkapkan organisasi ini dimintai pendapat dan urun rembug saat pemerintah akan menentukan upah layak.

“Seharusnya bos-bos besar yang memiliki banyak karyawan yang duduk di Apindo sehingga mereka dapat memberikan masukan atau pertimbangan terkait ketenagakerjaan,” jelas dia. Di organisasi inilah, dia lebih banyak menyampaikan pendapat dan usulan dari anggotanya, menyuarakan apa yang menjadi hak pekerja, pandangan pengusaha terhadap kebijakan dan lainnya. Baningsih mengakui sepak terjang di dunia bisnis memang belum seberapa dibandingkan rekan lainnya yang lebih sukses tetapi karena panggilan hati ingin memberikan solusi terbaik dirinya mengaku mau repot. “Kami ini salah satu organisasi yang diajak dan dimintai pendapat untuk penentuan upah, jadi kami berusaha maksimal agar keputusan tidak berat sebelah,” jelas dia.

Bicara soal peluang usaha, Kota Solo dan sekitarnya memiliki beragam potensi sehingga dirinya optimistis bisnis yang dijalankan di kawasan Solo ini dapat melebarkan sayap. Komisaris The Bizztro Saraswati ini mengungkapkan karena peluangnya banyak tidak perlu antar pelaku bisnis saling menelikung atau lainnya. “Jangan sampai menipu,. Bagi pebisnis, itu pantang dilakukan. Bagi pebisnis, kejujuran itu hal utama untuk sukses,” jelas dia.

Dina Ananti Sawitri Setyani

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya