SOLOPOS.COM - DISEKAT TRIPLEKS-Siswa kelas III dan IV SDN Dukuh III, Tangen, Sragen, belajar dalam satu ruang yang disekat dengan tripleks, Jumat (29/4). Suasana belajar para siswa itu berlangsung sejak awal tahun lalu.

Jemari Ricky, 12, begitu fokus di buku tulis lusuh. Bocah kelas VI SDN Dukuh III, Tangen, Sragen, ini mengenakan baju kumal warna cokelat.
Celana pendek warna merah yang sering digunakan saat upacara bendera setiap hari Senin tetap dipakainya hingga Jumat (29/4). Tak ada sepatu yang di kedua kakinya. Dia duduk di kursi sembari memperhatikan gerakan jari yang menuliskan huruf demi huruf.

DISEKAT TRIPLEKS --Siswa kelas III dan IV SDN Dukuh III, Tangen, Sragen, belajar dalam satu ruang yang disekat dengan tripleks, Jumat (29/4). Kondisi itu berlangsung sejak awal tahun lalu. (Espos/Tri Rahayu)

Ricky hanya memiliki tiga orang teman satu kelas. Dia bersama tiga orang temannya duduk mengelilingi meja segi empat. Guru kelas VI, Umi, yang mengajar selama 33 tahun di sekolah itu masih tekun menyampaikan pelajaran meskipun muridnya hanya empat orang. Minimnya siswa di sekolah itu disebabkan tidak diperhatikannya bangunan sekolah.
“Ya, beginilah suasana belajar siswa di SDN Dukuh III ini. Kalau habis olahraga tak ada satu pun siswa yang memakai sepatunya lagi saat belajar. Kebetulan setiap Jumat tiga kelas berolahraga bersama, yakni kelas IV, V dan VI,” ujar Umi, guru asal Sragen Kota.
Ruang tempat Ricky belajar tidak hanya digunakan siswa kelas VI. Sebanyak enam siswa kelas V pun juga menggunakan ruang yang sama.
Tempat belajar kelas V dan VI itu hanya disekat dinding tripleks setinggi dua meter. Selain Umi, guru kelas V Rusmiyati juga mengajar di ruang itu. Semangat guru dan siswa masih terus membara kendati bangunan sekolahnya hanya pas-pasan.
Dari enam lokal yang ada di SD itu, hanya tiga lokal yang digunakan untuk belajar 53 siswa kelas I-VI. Tiga lokal lainnya tidak layak untuk tempat belajar. Lokal kelas VI, atapnya runtuh. Lokal kelas V sengaja tidak dimanfaatkan karena khawatir atapnya juga runtuh. Lokal kelas IV digunakan untuk ruang kantor guru karena atap ruang guru nyaris ambruk.
Sekolah ini pernah mendapatkan bantuan blockgrant dari Provinsi Jateng senilai Rp 70 juta di 2006 dan Rp 105 juta pada 2007 lalu. Selain bantuan itu, sekolah ini tidak pernah ada bantuan pemerintah sejak tahun 1975, yakni SDN Inpres ini berdiri.
“Kami berharap uluran tangan pemerintah segera memperbaiki sekolah ini. Kasihan para siswa. Belajar jadi tidak tenang. Kondisi bangunan yang memrihatinkan berdampak pada berkurangnya jumlah siswa sejak tiga tahun lalu,” ujar Rusmiyati yang mengajar di SD itu selama 33 tahun.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sragen, Sri Pambudi, berencana memanggil Dinas Pendidikan (Disdik) Sragen untuk membahas tindak lanjut penanganan SDN Dukuh III yang ambruk beberapa hari lalu di Gedung Dewan, Senin (2/5) ini. Kabid Dikdas Disdik Sragen, Turdiyanto, pun juga berkomitmen membahas penanganan SD itu dengan Komisi IV. “Nanti kebijakannya apa, tinggal menunggu hasil pembahasan dengan Dewan. Apakah tetap di-regrouping atau dipertahankan, tergantung pertimbangan DPRD bagaimana,” tukasnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Oleh: Tri Rahayu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya