SOLOPOS.COM - Salah satu sudut Solo Techno Park, lembaga penyedia fasilitas pendidikan kejuruan di Solo. (JIBI/Solopos/Dok)

Pemkot Solo akan membongkar bangunan liar di utara STP.

Solopos.com, SOLO — Negosiasi antara Bappeda Solo dengan warga yang menghuni bangunan liar di utara Solo Techno Park (STP) pada Kamis (4/1/2018) malam deadlock. Warga tidak bersedia menerima tawaran relokasi dan biaya pembongkaran yang diajukan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Lurah Jebres, Sulistiarini, yang juga hadir dalam pertemuan Kamis malam menjelaskan Pemkot memberikan tawaran uang ganti rugi senilai Rp65.000 per meter persegi ditambah biaya angkut senilai Rp500.000. Nilai itu dicetuskan setelah Bappeda melakukan kajian.

“Sebenarnya tidak ada dasar spesifik uang ganti rugi karena itu berada di tanah aset STP. Ini berbeda dengan ganti rugi tanah di bantaran sungai,” ujarnya kepada , Jumat (5/1/2018).

Sulistriani menjelaskan warga penghuni bangunan liar masih diberi waktu hingga Kamis (11/1/2018). Ada beberapa solusi yang sudah diberikan seperti merelokasi mereka ke Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Mojosongo bagi yang benar-benar tidak punya rumah.

“Yang punya rumah diminta kembali ke rumah karena lokasi itu juga digunakan untuk tempat usaha,” tuturnya.

Kasi Pembangunan dan Lingkungan Hidup Kelurahan Jebres, Rois Kuntoro Adi, 39, mengatakan sesuai pendataan terakhir terdapat 18 bangunan yang dibangun warga. Namun, yang diundang dan hadir dalam pertemuan Kamis malam berjumlah 21 orang.

“Ini adalah pertemuan kedua dan seharusnya terakhir sebagai upaya manusiawi dari Pemkot Solo,” katanya.

Dia menilai permintaan warga tidak masuk akal. Mereka menolak uang ganti rugi dan malah meminta tanah yang bukan hak mereka diganti dengan tanah resmi. Padahal, tanah yang mereka tempati adalah bagian dari jalan.

“Padahal dengan ganti rugi Rp65.000 per meter persegi tambah angkut Rp500.000 itu sudah lumayan. Keputusannya, lokasi itu harus bersih maksimal 31 Januari 2018. Pemkot sudah tidak membuka pintu negosiasi lagi,” kata dia saat ditemui di kantornya, Jumat.

Ketua Lembaga Pengembangan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Jebres, Tri Sapto Handoyo, mengatakan utusan LPMK sudah melakukan pendataan pada Maret 2017 lalu. Hasilnya, terdapat 15 hunian yang menempati pinggir jalan. Padahal, lokasi itu sebenarnya adalah badan jalan. Kemudian ada tiga rumah yang berada di lahan STP. Sehingga totalnya ada 18 bangunan.

“Jalan penghubung antara Jl. Ki Hajar Dewantara dengan Taman Cerdas Jebres lalu ke utara lagi itu harusnya lebarnya 20 meter. Jadi warga yang membangun di pinggir jalan dipastikan menempati badan jalan. Tapi memang belum ada action untuk pelebaran,” kata dia beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, dalam sejarahnya, beberapa orang yang berada di utara STP itu adalah warga relokasi Taman Cerdas Jebres. Menurutnya ada 21 rumah yang dibongkar. Mereka sudah mendapatkan ganti rugi.

“Mereka yang di Taman Cerdas Jebres itu mulanya menempati wilayah Pedaringan. Setelah diminta pindah dari Pedaringan, mereka ke Taman Cerdas. Setelah diminta pindah dari Taman Cerdas kok ternyata ke utara STP,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya