SOLOPOS.COM - Suasana bangunan rumah kuno di Jl. Syamsurizal, Kelurahan Setabelan, Banjarsari, Solo, yang akan diubah menjadi ruang publik, Rabu (5/7/2017). (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Solopos)

Sebuah bangunan kuno di dekat Taman Monjari Solo akan disulap menjadi ruang publik alternatif.

Solopos.com, SOLO — Keinginan Zen Zulkarnaen, 47, dan sejumlah pelaku seni budaya lain di Kota Solo untuk menyediakan ruang publik alternatif baru sebentar lagi terwujud. Zen dan kawan-kawan mendapat kesempatan memanfaatkan sebuah kompleks bangunan kuno di Jl. Syamsurizal, Kelurahan Setabelan, Banjarsari, untuk dijadikan sebagai ruang publik sekaligus ruang ekspresi bagi masyarakat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Setelah mematangkan konsep pengembangan dan menikmati libur Lebaran, Zen dan para pelaku seni budaya lain dari berbagai komunitas tersebut mulai bergerak merenovasi kompleks bangunan di utara Taman Monumen Banjarsari (Monjari) tersebut. Mereka mengawali kegiatan dengan membersihkan halaman dan ruangan di kompleks rumah yang pernah ditinggali kerabat Mangkunegaran, K.P.H. Hamidjaja Santosa.

Zen dan kawan-kawan sementara tidak menyentuh bangunan inti rumah kuno tersebut. Hal itu dilakukan sesuai mandat atau kesepakatan dengan sang pemilik rumah yang merupakan keturunan langsung K.P.H. Hamidjaja Santosa. Mereka hanya diperkenankan menata bagian depan, samping, dan belakang rumah. Zen menceritakan halaman depan rumah rencananya dijadikan sebagai taman dan juga ruang pentas.

Ekspedisi Mudik 2024

Zen dan kawan-kawan akan membongkar tembok pagar yang berada di depan komplek rumah sehingga terkesan menyatu dengan Taman Monjari. Sedangkan bagian samping rumah akan dijadikan foodcourt yang bercita rasa Solo atau Jawa. Zen dan kawan-kawan akan melakukan kurasi terhadap makanan dan jajanan yang dijual di foodcourt. Makanan yang disajikan mesti enak atau legendari di Solo khususnya.

“Saya bayangkan, rumah ini nanti menyatu dengan depan [Taman Monjari]. Kami ingin di Solo punya ruang publik alternatif yang berkualitas, dalam arti aman, bersih, nyaman, dan punya nilai edukasi karena kami juga akan mengsisinya dengan beragam program. Kami akan manfaatkan berbagai space yang tersedia untuk ruang publik,” kata Zen kepada Solopos.com, Rabu (5/7/2017).

Zen mengatakan setelah dimanfaatkan, kompleks rumah kuno tersebut akan dinamai Rumah Banjarsari Folk Artspace. Dia menjelaskan tujuan utama menata rumah peninggalan kerabat Mangkunegaran itu untuk menyediakan tempat perjumpaan folklor. Zen menerangkan ruangan berkaca di belakang rumah inti yang pernah digunakan juga sebagai tempat fitnes akan diubah menjadi art shop dan meeting room.

“Jaringan flolklor Nusantara akan kami bina jaringannya untuk bersama-sama memanfaatkan Rumah Banjarsari ini. Kami juga punya tim dokumentasi yang akan mendokumentasikan tentang segala hal tentang flolklor, yakni berkaitan dengan legenda, cerita rakyat, kesenian, kerajinan rakyat seluruh Nusuantara lewat foro maupun video yang bisa disaksiakan di sini maupun chanel youtube yang tengah disiapkan,” jelas Zen.

Zen mengatakan di belakang rumah inti rencannya juga akan disediakan warung kopi nusantara plus teh oplosan dan jajanan khas Solo. Sedangkan ruangan tertutup cukup besar di belakang rumah akan dipakai menjadi ruang workshop.

Di ruangan yang pernah digunakan sebagai pabrik peralatan fitnes tersebut bisa dilangsungkan pelatihan membuat tas, kain tenun, maupun barang kerajinan lain. Bukan hanya itu, masih ada satu ruangan lagi yang di belakang rumah berukuran luas yang rencananya digunakan sebagai ruang pameran hasil karya seni.

“Tiga bulan lagi kami akan bikin gerakan acara. Pada awal September rencananya kami undang partisipasi banyak seniman dan teman-teman untuk mengisi ruang ini. Jadi nanti ada semacam open house untuk menunjukan di Solo ada tempat ini, tapi masih belum launching. Setelah itu kami mempersilakan siapa saja berpartisipasi. Space di sini mau dipinjam untuk gathering boleh, pameran lukisan boleh, mahasiswa TA boleh, atau guru yoga mau buka kelas juga boleh,” ujar Zen.

Zen berharap Rumah Banjarsari menjadi tempat nyaman untuk berjumpa bagi masyarakat atau pelaku seni budaya di Kota Solo. Dia menegaskan penyediaan Rumah Banjarsari bukan untuk tujuan bisnis atau komersil.

“Dengan adanya perjumpaan berbagai komunitas maupun kultur, kondisi sosial di Solo bisa kuat. Saya bilang Rumah Banjarsari disediakan bukan untuk tujuan komersil. Namun bukan berarti tidak ada biaya apa-apa jika ingin menggunakan nantinya. Karena butuh dana juga untuk perawatan rumah sebesar ini. Jadi misalnya kelompok tari pakai ruang latihan, ada kontribusi. Makanan dijual sewajarnya. Kami tidak berbasis pure bisnis,” jelas Zen.

Penjaga rumah peninggalan K.P.H. Hamidjaja Santosa, Asri Prasetyo, 26, menceritakan rumah tersebut sebelumnya ditinggali oleh keluarga K.P.H. Hamidjaja Santosa. Pada 2013 lalu, dia menceritakan, K.P.H. Hamidjaja Santoda atau dikenal masyarakat dengan panggilan Didik Jaran tersebut meninggal dunia.

Rumah ini kemudian hanya ditinggali oleh Ny. Atik istri dari K.P.H. Hamidjadja. Pada 2015 rumah kosong karena Ny. Atik kemudian tinggal bersama putranya yang telah berdomisili di Jakarta.

“Ruangan belakang sempat digunakan sebagai tempat fitnes umum Candra Dimuka, namun sudah tidak lagi digunakan sejak 2013. Sekarang rumah paling tidak hanya digunakan untuk ibu-ibu berkumpul. Ibu [Ny. Atik] punya Sanggar Ayu yang kegiatannya berlatih merangkai bungai. Meski ibu sudah ke Jakarta, kegiatan Sanggar Ayu masih berjalan. Kegiatannya dilaksanakan di teras rumah setiap bulan pada pekan kedua,” jelas Asri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya