SOLOPOS.COM - Monumen Serangan Umum Empat Hari, di Dukuh Wonosido, Desa Sidokerto, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, pada Sabtu (4/11/2022). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SRAGEN — Tidak banyak orang yang tahu bahwa di Jl. Mayor Achmadi, tepatnya di RT 015, Dukuh Wonosido, Desa Sidokerto, Kecamatan Plupuh, Sragen terdapat bangunan yang jadi saksi bisu sejarah kemerdekaan RI.

Bangunan itu didirikan untuk memperingati keputusan komando serangan besar-besaran para Pejuang Indonesia terhadap kedudukan militer Belanda di Kota Solo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Peristiwa bersejarah itu dikenal dengan Serangan Umum Surakarta atau juga disebut Serangan Umum Empat Hari yang berlangsung pada 7-10 Agustus 1949. Serangan umum itu dipimpin oleh Letkol Slamet Riyadi melawan Belanda di Kota Solo.

Siasat serangan umum itu dirancang Tentara Pelajar di bangunan tersebut. Bangunan itu kini berupa pendapa berbentuk joglo dengan patung sesosok tentara pelajar di depannya. Patung ini menjadi monumen peristiwa bersejarah.

Baca Juga: Danrem 074/Wrt dan Dandim 0726/Sukoharjo Gelar Nobar Film di Ponpes Ngruki

Mengutip sisca.sragenkab.go.id, kekuatan pasukan yang digerakkan memasuki kota Solo pada hari pertama adalah pasukan-pasukan dari Sub Wehrkreise (SWK) “Arjuna” 106, terdiri 26 regu Detasemen II Tentara Pelajar Brigade XVII TNI, 3 regu dari MB (Mobil Bridge) Polisi dan 3 regu Brigade V TNI.

Kota Solo dikepung dari empat jurusan oleh anggota gerilya yang sejak pagi buta sudah menyusup memasuki kota. Praktis selama 4 hari, Kota Solo luluh lantak menjadi medan perang. Para pejuang berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-maskas Belanda di Solo.

Sedikitnya 7 serdadu Belanda tewas. Di Jaten Kab. Karanganyar, 20 serdadu belanda bersenjata lengkap yang mencoba kabur dari Solo menyerah di tangan pasukan Tentara Pelajar.

Serangan umum empat hari itu merupakan pukulan telak bagi Belanda. Sebaliknya berhasil memperkuat posisi tawar perjuangan diplomasi delegasi Republik Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB), Den Haag.

Baca Juga: Sepeda Onthel Peninggalan Brigjen Katamso Kini Dimiliki Seorang Dokter Sragen

Saksi Bisu

Namun yang jarang diketahui publik, keputusan komando dan pematangan rencana serangan umum tersebut ternyata berlangsung di sebuah rumah di Wonosido RT 15, Desa Sidokerto, Plupuh Sragen. Rumah bersejarah itu milik Mbah Bayan Sastro Sudarno. Letaknya, di belakang pendapa dan monumen Serangan Umum Empat Hari Surakarta. Sementara rapat itu berlangsung dari tanggal 3-5 Agustus 1949.

Rapat komando dipimpin Mayor Achmadi Hadisoemarto selaku Komandan SWK Arjuna 106 yang sekaligus komandan Detasemen II Tentara Pelajar (TP) Brigade XVII TNI. Rapat Komando di rumah Mbah Sastro ini menghasilkan keputusan penting.

Mayor Achmadi pun mengeluarkan Perintah siasat No. 1/8/SWK/A3/Ps-49 tanggal: 5 Agustus 1949. Isinya untuk mengadakan serangan secara besar-besaran (serangan umum) ke dalam Kota Solo mulai 7-10 Agustus 1949 guna mendapatkan posisi di lapangan apabila cease fire diberlakukan.

Sesepuh Dukuh Wonosido, Wardiman, 69, yang menjelaskan tiap detail bangunan dalam monumen tersebut ada maknanya. Seperti dimensi pendapa Balai Pertemuan Arjuna yang berukuran 17 x 8 meter persegi bermakna tanggal Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus. Kemudian jumlah tiang di sisi kanan dan kiri masing-masing 4 buah, sementara depan dan belakang ada 5 buah yang menandakan tahun ’45.

Baca Juga: Laskar Putri Indonesia, Prajurit Perempuan Tangguh Asal Solo

“Enam tiang di tengah bangunan tersebut bermakna satu Komandan SWK “Arjuna” 106, dan lima Komandan Ranyonnya,” terang Wardiman ditemui Solopos.com di rumahnya yang tergabung dalam kompleks Balai Pertemuan Arjuna, pada Sabtu (5/11/2022).

Ia menjelaskan monumen itu dibangun pada 1995. Sebelum pandemi, tiap tahun keluarga Tentara Pelajar melakukan pertemuan setiap 7 Agustus. “Namun gara-gara pandemi Covid-19, pertemuan itu juga ikut vakum selama dua tahun terakhir,” terang Wardiman.

Monumen tersebut diresmikan pada 7 Agustus 1996, dengan pemrakarsa pembangunan adalah dua orang mantan Komandan Rayon III SWK Arjuna 106, R.M Soemarto dan Hartono, serta mantan Kepala Staf Rayon II SWK Arjuna 106, A.I Soengadi.

“Wonosido dipilih karena dulu tempatnya aman, serta banyak jurang-jurang, sehingga katanya peluru tidak sampai, jadi terhalang Kali Cemara,” ujar Wardiman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya