SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Bangunan cagar budaya sulit dipertahankan kelestariannya.

Harianjogja.com, BANTUL-Mempertahankan kelestarian sejarah dan budaya bangunan tak semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan bangunan yang sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya (BCB) sekalipun masih meyimpan banyak masalah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di Jl. Wonocatur, Banguntapan, Bantul, dari arah barat, terdapat reruntuhan tembok di sisi kanan jalan. Satu-satunya petunjuk tempat itu adalah papan yang dipasang Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY dengan sebaris nama bertuliskan “Goa Seluman”.

Perihal nama ini masih simpang siur. Warga setempat lebih mengenalnya dengan Goa Siluman. Entah mana yang benar, namun tempat ini dulunya merupakan tempat pemandian putri dan permaisuri raja yang dibangun oleh Sri Sultan HB II.

Harno Prayitno, sang juru kunci, mengisahkan konon tempat itu adalah bagian dari Pesanggrahan Wonocatur. Keinginan mendirikan Kraton di tempat itu urung dilakukan karena sang raja tak mendapatkan wahyu sebagai pertanda niatnya diizinkan Yang Maha Kuasa.

“Akhirnya walaupun di sini sudah dibangun bermacam bangunan, tempat ini ditinggalkan. Sisa pesanggrahan sudah dibangun ring road [jalan lingkar], tinggal Goa Seluman yang masih berdiri,” tutur
Harno.

Jika dilihat lebih teliti, di balik tembok yang membatasi area Goa Seluman dan Jl. Wonocatur tampak
sisa kemegahan pemandian ini. Lorong rendah dengan kolam berisi air masih utuh berdiri. Di sisi selatan, pancuran berbentuk Manuk Beri yang menjadi ornamen khas Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat masih ada walau bagian kepalanya sudah terkikis tak berbentuk. Air pun tak lagi mengalir dan menyisakan kubangan kolam yang sekarang dipenuhi ikan.

Di salah satu lorong pemandian terdapat jalan tembus yang melintang di bawah jalan raya. Panjangnya tak lebih dari 25 meter, namun aroma busuk khas saluran pembuangan tercium pekat. Wajar saja, lokasinya yang lebih rendah dari saluran buang membuat air kotor kerap mengalir dan membanjiri sisi dalam bangunan. Sebagai penambah kesan kumuh, beberapa coretan dengan cat semprot tampak menghiasi beberapa sudut bangunan.

Harno mengatakan sejak dinyatakan sebagai BCB bertahun-tahun silam, setiap hari ada petugas dari BPCB yang menjaga dan membersihkannya. Para wisatawan baik yang sekadar berkunjung hingga mencari berkah pun masih sering berdatangan.

“Kalau dibersihkan sebenarnya setiap hari dilakukan, tapi memang sampai sekarang bangunan itu
tidak diapa-apakan dan dibiarkan seperti itu,” imbuh Harno.

Tak Lagi Asli
Nasib berbeda dialami lima masjid besar yang menjadi penopang kehidupan Kasultanan Ngayogyakarta. Sebagai bangunan ibadah, kelimanya terpelihara dengan baik. Namun pemeliharaan yang berlebihan membuat empat dari lima masjid ini kehilangan identitas asli mereka.

Asal-usul penamaan Pathok Negara tak lepas dari penempatan lima masjid yang disebar di lima lokasi di sisi luar Kraton: Plosokuning, Mlangi, Babadan, Wonokromo dan Kauman Bantul. Dari kelima masjid yang didirikan di masa pemerintahan HB III ini, hanya Plosokuning yang masih mempertahankan bentuk asli masjid lengkap dengan atap tumpang berjumlah dua dengan mahkota tanah liat. Selain itu kolam yang mengitari masjid ini juga masih dipertahankan. Selain itu, bentuknya sudah banyak
berubah.

Di masjid Pathok Negara Mlangi misalnya, bangunan asli sudah tak lagi tampak asal-usulnya. Papan penunjuk situs berseajrah ini pun tak tampak. Arsitekturnya sudah berubah dengan sentuhan modern meski masih menggunakan atap bergaya limasan. Hanya pagar tembok bergaya klasik dengan makam kuno di sekitarnya dan lambang Kasultanan di bangunan utama masjid yang menandakan bahwa masjid ini bukan masjid biasa.

Proses pembangunan juga tengah berlangsung di Pathok Negara Mlangi. Pembangunan ini dilakukan untuk menambah bangunan permanen di bagian halaman Masjid. Arta, salah satu pekerja mengatakan, proyek ini adalah bagian dari renovasi masjid. Sebelumnya, bangunan utama juga sudah beberapa kali direnovasi.

“Yang asli tinggal tembok bagian barat dan gapura serta pagar yang mengelilingi, selain itu bangunan ini adalah bangunan baru,” kata dia.

Walau sudah tak lagi asli, masih untung ada bagian yang bertahan tetap klasik. Bila tidak, melestarikan sejarah akan menjadi pekerjaan rumah yang kian sukar dilakukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya