SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

(Solopos.com)–Pada Senin 21 November 2011 lalu , sebagian masyarakat di belahan bumi ini memperingati tanggal tersebut sebagai Hari Pohon Sedunia. Beberapa komponen masyarakat di Indonesia juga ikut berpartisipasi menyambut Hari Pohon itu dengan melakukan berbagai aksi tanam pohon.

Penanaman pohon saat ini tengah gencar-gencarnya digalakkan. Salah satunya sebagai upaya pelestarian sumber daya air (SDA). Apa saja manfaat dari tanam pohon dan langkah apa lagi yang bisa dilakukan agar air tetap lestari. Berikut laporan wartawan SOLOPOS, Nadhiroh.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mamok Suprapto (ist)

Saat ini, aksi tanam pohon terus didengung-dengungkan. Mulai anak-anak sampai orangtua terus diajak untuk menanam pohon dan merawatnya. Pakar hidrologi dari UNS, Dr Ir Mamok Suprapto MEng mengatakan pohon memiliki manfaat besar salah satunya untuk menahan air baik akar, ranting maupun daunnya. Pohon bermanfaat untuk penghijauan dan mencegah terjadinya erosi.

Pria yang disapa Mamok itu menyatakan banyak orang yang sudah tahu manfaat penanaman pohon tapi belum menyadari untuk praktiknya. Untuk itulah, kata dia, perlu terus dibangun kesadaran dari diri sendiri untuk peduli terhadap lingkungan.

“Melihat semakin buruknya kualitas air membuat kita harus care betul-betul terhadap lingkungan,” ujar Mamok kepada Solopos.com, Selasa (22/11/2011).

Saat ditemui di ruang kerjanya, Mamok menyatakan saat ini dirinya masih bisa menikmati air bersih. Dia pun berharap anak cucunya tetap dapat merasakan air bersih. “Kita jangan sampai hanya bisa menggunakan tapi tidak bisa merawat atau menjaganya,” tandasnya.

Doktor di bidang Teknik Sumberdaya Air itu menyampaikan beberapa cara yang bisa dilakukan untuk melestarikan air. Pertama, melalui penanaman dan perawatan pohon. Di dalam satu area, bisa diterapkan sistem tumpangsari sehingga jumlah air yang dapat ditahan semakin besar. Misalnya saja ada tumbuhan besar yang ditanam berupa mangga kemudian di sekitarnya ditanam cabai atau kencur. Setelah itu ditambah jenis rumput.

“Di wilayah Gunung Kidul, ada lahan kering dan gundul. Semula mata air di sekitar situ mati. Setelah ada orang yang menanami di lahan itu, sekarang mata airnya sudah hidup lagi,” jelasnya.

Kedua, penghematan air. Mamok mengemukakan apabila setiap individu ikut berpartisipasi menghemat penggunaan air maka persediaan air semakin banyak. Langkah konkret yang ditempuh adalah memakai air secukupnya dan seperlunya saja. “Sebagai contoh, pemakaian shower untuk mandi justru lebih menghemat air daripada memakai bak mandi,” imbuhnya.

Selain di rumah, penghematan air juga perlu dilakukan petani. Menurut Mamok selama ini sekitar 80 persen penggunaan air untuk irigasi. Dia mengakui bukan perkara mudah untuk menyadarkan petani. Kebiasaan yang dipegang kebanyakan petani sampai sekarang yaitu untuk menanam padi dibutuhkan air yang menggenang.

“Padi itu bukan tanaman air sehingga tidak perlu air yang menggenang tapi cukup air membasahi tanah saja. Jika itu bisa diterapkan, bisa menghemat air dalam jumlah besar,” lanjutnya.

Ketiga, pembuatan lubang untuk menampung air dari talang-talang rumah. Lubang tersebut, papar Mamok, bisa berukuran 1 m x 1 m x 1 m. Fungsi lubang untuk menampung air dari talang ketika hujan turun.

“Kalau di Solo saja tiap rumah punya lubang itu, berapa kubik air saja yang bisa ditahan di tanah. Air langsung meresap ke tanah. Cara itu juga bisa untuk mencegah banjir karena mengurangi air limpahan. Selanjutnya, dengan air dari talang itu, saat kemarau tiba, ada pasokan air tanah,” urainya.

Selain ketiga upaya itu, Mamok mengemukakan langkah keempat, yaitu pembangunan jalan-jalan di kampung supaya tidak memakai aspal. Dia menuturkan lebih baik memakai paving block. Sebab, jika memakai aspal, air susah untuk masuk ke tanah sedangkan kalau memakai paving block air dapat masuk ke tanah melalui lubang-lubang antara paving block.

Saat disinggung adanya pemanfaatan sumber-sumber air untuk air minum dalam kemasan (AMDK), Mamok menyatakan hal itu tidak apa-apa asalkan tetap berwawasan lingkungan, memiliki fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi.

Dia menganggap pemerintah dan sejumlah elemen masyarakat sudah semakin banyak yang memiliki kesadaran untuk ikut menjaga lingkungan. Meski demikian perlu dilakukan upaya yang intens untuk mengingatkan semua lapisan masyarakat bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk ikut menjaga dan melestarikan sumber daya yang ada.

“Agar air tetap terjaga, perlu dilakukan upaya dari hulu sampai hilir. Di sini, harus ada koordinasi antar pemerintah daerah,” imbuhnya.

Lewat syair

Di Solo, banyak pihak yang sudah ikut peduli terhadap lingkungan sekitar. Seperti yang dilakukan komunitas penggemar Iwan Fals atau biasa disebut Oi.

Menurut Ketua Oi Bento House Solo yang juga pencipta logo Oi, Hio Ariyanto, beberapa kegiatan yang sudah dilakukan Oi Bento House Solo di antaranya bersama Republik Aeng-Aeng Mencanangkan 29 November sebagai Hari Merawat Pohon, di Stadion Manahan, Solo,bersama Republik Aeng-Aeng Penanaman Pohon Langka di Balekambang dalam rangka Hari Pohon, bersama LSM Lingkar Rimba Lestari Jakarta dan Pemkab Karanganyar, Kampanye Penanaman Sejuta Pohon & Pembagian Bibit Pohon di Jembatan Jurug, bersama LSM Lingkar Rimba Lestari Jakarta Kampanye Penanaman Sejuta Pohon dalam rangka Hari Bumi di Technopark Solo, bersama Iwan Fals, Oi & Jokowi (Walikota Solo) Kampanye Indonesia Menanam: Solo Menanam, Bumi Tersenyum di Taman Balekambang.

“Bersama teman-teman Oi se-Soloraya bekerjasama BPP ( Badan Pengurus Pusat-red) Oi dan sebuah LSM dari Jakarta berencana mengadakan penanaman pohon di luar Kota Solo. Program kami ke depan adalah mengkampayekan Penanaman Pohon melalui konser musik dengan membawakan lagu-lagu Iwan Fals bertemakan penghijauan dan pelestarian pohon,” jelasnya.

Hio menyatakan Oi akan bekerjasama dengan pihak-pihak lain untuk menjadi relawan lingkungan dan penanaman pohon. Dia mengakui upaya kampanye itu terinspirasi Iwan Fals yang juga melakukan kampanyekan penanaman, mengajak orang untuk menanam pohon dan melestarikan hutan.

Bentuk CSR



Di wilayah Soloraya, salah satu perusahaan yang memanfaatkan air untuk kepentingan pembuatan AMDK dalam jumlah besar yaitu seperti yang dilakukan PT Tirta Investama Klaten.

Manajer SDM PT Tirta Investama Klaten, H Nurdin Suyono mengakui pada awal-awal keberadaan perusahaan tersebut banyak sekali aksi yang menginginkan ditutup. Nurdin menuturkan PT Tirta Investama Klaten berdiri Oktober 2002.

“Kami menyadari karena saat itu, kami baru dan memang belum banyak yang dilakukan. Waktu itu, saya bilang, jika dalam waktu 10 tahun kami tidak bisa memberi manfaat silakan rekomendasikan untuk ditutup,” ujar Nurdin yang didampingi Manajer CSR baru, Atiq Zambani.

Dia menegaskan keberadaan PT Tirta Investama Klaten bukan profit oriented. Banyak kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang sudah dilakukan dan dampaknya bisa dirasakan masyarakat. Saat ini, jelasnya, di pabrik itu ada 830 karyawan formal dan 250 karyawan informal. “Kami memiliki agenda sosial yang jelas,” tuturnya.

Nurdin menyatakan PT Tirta Investama Klaten pro aktif dalam pelestarian lingkungan. Yaitu, dalam menjaga kebaikan alam ada beberapa usaha yang telah dan terus dilakukan di dalam dan di luar pabrik melalui CSR dan bisnisnya.

“Aksi program seperti manajemen kehutanan berbasis masyarakat di wilayah tangkapan air, konservasi di seputar lokasi pabrik dan desa sekitar, serta kepatuhan terhadap aturan lingkungan juga ditegakkan,” lanjutnya.

Beberapa program yang telah dilaksanakan di antaranya sak uwong sak uwit (SUSU) di sekitar pabrik dan desa-desa seputar pabrik untuk proteksi air di desa Ponggok dan Daleman, penghijauan kembali dan aksi pendidikan lingkungan di wilayah Merbabu serta manajemen hutan berbasis masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya