SOLOPOS.COM - Ilustrasi (wikipedia.org)

Ilustrasi (wikipedia.org)

SEMARANG—Gara-gara merebaknya isu pengunaan daging celeng (babi hutan) , sedikitnya 30% pedagang bakso dari 3.200 pedagang bakso keliling di Semarang Pulang kampung karena bangkrut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Masyarakat jadi ragu-ragu membeli. Akibatnya 30 persen pedagang keliling pulang,” kata Ketua Asosiasi Pedagang Mi dan Bakso (Apmiso) Jateng, Lasiman, seusai acara Sosialisasi Pembuatan Bakso Sehat di depan tempat penggilingan daging, Jl Suyudono, Semarang, seperti dikutip detikcom Senin (24/12/2012)

Ia menambahkan para pedagang bakso keliling sementara harus pulang kampung karena menurunnya pembelian akibat isu yang beredar sejak satu bulan lalu itu. Di kampung, lanjut Lasiman, para pedagang bakso keliling tidak bisa berbuat banyak dan berharap bisa kembali berdagang kembali.

“Mereka memilih pulang kampung. Mereka tidak cari jalan keluar, padahal anak istri butuh biaya. Kebanyakan dari Purwodadi,” tandas Lasiman.

Salah seorang pengusaha bakso, Sugiyono (62) juga mengeluhkan isu bakso daging babi hutan karena omzetnya menurun hingga 30 persen. Menurut Sugiyono, efek dari isu tersebut adalah yang terbesar setelah sebelumnya menyebar isu bakso formalin, boraks dan daging anjing.

“Mulai isu bakso boraks, bakso werok (tikus), bakso anjing tidak sampai seperti ini. Bahkan harga daging sapi yang naik sudah bisa diatasi. Tapi gara-gara bakso daging babi hutan omzet menurun 30 persen,” kata pria yang mempunyai tiga warung bakso di Semarang itu.

“Bahkan isu bakso daging babi hutan sampai dibahas pejabat-pejabat kayak membahas soal negara saja. Padahal itu cuma oknum, tidak semua,” imbuhnya.

Menanggapi hal itu, Apmiso Jateng meyakinkan masyarakat bahwa pedagang bakso di Semarang dan Jawa Tengah tidak menggunakan daging babi maupun daging babi hutan dengan cara sosialisasi dan membagikan bakso gratis. Apmiso juga menunjukkan cara penggilingan bakso kepada masyarakat.

“Meski harga daging mencapai Rp 85 ribu per kilogram, kita melakukan modifikasi dengan mencampur 50 persen daging lokal dan 50 persen daging impor. Rasanya lebih enak,” ujar Lasiman.

Pencampuran daging lokal dan impor tersebut juga sebagai antisipasi agar pedagang bakso tidak kolaps dan pedagang daging lokal tetap bertahan. “Sudah dua minggu. Pertama impor 2,7 ton dari Australia, minggu ini 10 ton untuk Kota Semarang, Kabupaten Grobogan, Kendal dan Demak,” pungkasnya.

“Kalau harga daging kembali normal, kami tidak pakai daging impor lagi,” imbuh Lasiman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya