Solopos.com, SEMARANG – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menyebut ada sekitar 31 perusahaan di wilayah Soloraya yang mendapat sanksi administrasi karena terbukti masih membuang limbah yang tidak memenuhi baku mutu di aliran Sungai Bengawan Solo.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DLHK Jateng, Widi Hartanto, menyebut 31 perusahaan itu berskala menengah dan besar, serta mayoritas bergerak di sektor industri tekstil.
Promosi Kisah Petani Pepaya Raup Omzet Rp36 Juta/bulan, Makin Produktif dengan Kece BRI
“Sudah kita beri sanksi administratif, berupa paksaan memperbaiki IPAL [instalasi pengolahan air limbah] agar limbah yang dibuang memenuhi baku mutu lingkungan,” ujar Widi kepada Solopos.com, Rabu (22/9/2021).
Baca juga: Sungai Bengawan Solo Bagai Tong Sampah Raksasa: Tercemar Limbah Babi, Ayam, hingga Ciu
Widi menambahkan sebenarnya ada 63 perusahaan di Soloraya yang mendapat pengawasan karena terindikasi membuang limbah di Bengawan Solo. Namun setelah dilakukan penyelidikan, hanya 31 perusahaan yang dianggap masih membandel.
Oleh karenanya, DLHK Jateng pun langsung memberikan sanksi administrasi berupa paksaan untuk memperbaiki sistem pengolahan limbahnya. Jika sanksi itu tidak dipenuhi, DLHK Jateng pun siap melanjutkan sanksi tersebut ke ranah hukum.
“Kebetulan dari evaluasi terakhir kemarin, ke-31 perusahaan yang mendapat sanksi administrasi itu sudah melakukan perbaikan IPAL. Perbaikan bahkan diawasi langsung oleh pejabat pengawas baik dari DLHK provinsi maupun pemerintah setempat,” jelas Widi.
Baca juga: Kebakaran Kandang Ayam di Tegowanu Grobogan, 20.000 Ayam Terpanggang
Limbah Sungai Bengawan Solo
Widi pun mengklaim berkat perbaikan IPAL di 31 perusahaan itu, pencemaran limbah di Sungai Bengawan Solo mulai berkurang. Kendati demikian, ia tidak menampik jika masa ada pencemaran limbah di sungai terpanjang di Pulau Jawa itu.
“Memang masih ada pencemarannya. Tapi, tidak separah tahun 2019 lalu. Kalau bersih sama sekali enggak mungkin. Masih ada limbah domestik, rumah tangga, atau industri kecil yang tidak diolah langsung dibuang ke sungai. Kalau terkumpul kan jadi tercemar,” ujarnya.
Baca juga: Derita Petambak Bandeng di Pantura Jateng: Produksi Turun, Pasar Tak Pasti, Tapi Harga Pakan Tinggi
Untuk industri kecil, Widi mengaku sebenarnya sudah melakukan pelatihan. Salah satunya adalah pelatihan pengolahan limbah industri etanol atau ciu bagi pelaku usaha di Desa Polokarto, Sukoharjo.
“Kita lakukan pelatihan berkali-kali, membuat pengolahan dengan menggunakan semacam enzim probiotik agar diolah jadi pupuk yang berguna bagi kesuburan tanah. Makanya, kami heran waktu tahu kok masih ada yang membuang limbahnya ke Bengawan Solo,” ucap Widi.