SOLOPOS.COM - Warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) melakukan aksi mogok makan di DPRD DIY sebagai bentuk protes atas pembangunan bandara baru di Kulonprogo. (Harian Jogja/Ujang Hasanudin)

Bandara Kulonprogo masih dalam tahapan penolakan warga.

Harianjogja.com, KULONPROGO – Paska-putusan Mahkamah Agung terhadap Izin Penetapan Lokasi (IPL) Gubernur DIY mulai memunculkan reaksi dari warga penolak pembangunan bandara yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT). Namun, pemrakarsa pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) tidak mempersoalkan hal itu. (Baca Juga : BANDARA KULONPROGO : Puluhan Warga Mogok Makan Tolak Pembangunan Bandara)

Promosi Pembunuhan Satu Keluarga, Kisah Dante dan Indikasi Psikopat

Menyusul aksi mogok makan yang dilakukan warga WTT dan mahasiswa, hal itu merupakan hak warga yang belum setuju terhadap pembangunan bandara ini.

“Aksi tersebut adalah hal masyarakat untuk mengadakan demo atau mogok makan. Namun, tanggapan kami agar masyarakat sebaiknya mengikuti peraturan dan undang-undang yang berlaku saja,” ujar Pimpinan Proyek Pembangunan NYIA Sujiastono saat dihubungi wartawan, Selasa (20/10/2015).

Sujiastono menjelaskan, selama ini proses tahapan menuju pembangunan bandara baru sudah sesuai prosedur dan mengukuti peraturan yang ada. Sampai saat ini, pihaknya juga masih menanti salinan putusan dikabulkannya IPL Gubernur dari Mahkamah Agung. Dia menegaskan, selama salinan putusan belum disampaikan ke PTUN dan Angkasa Pura, maka tahapan berikutnya belum dapat dilanjutkan.

“Meski begitu, sambil menunggu petikan keputusan itu, kami terus melakukan koordinasi dengan pihak terkait, seperti BPN dan Pemkab Kulonprogo,” jelas Sujiastono.

Menanggapi pemberitaan yang menuliskan pernyataan Ketua WTT Martono yang menyebutkan ada 11.000 petani akan tergusur. Sujiastono menyanggah pernyataan tersebut. Pasalnya, jumlah kepala keluarga yang terdampak pembangunan dan diundang dalam konsultasi publik ada 2.603 kepala keluarga.

“Kalau dalam pemberitaan disebutkan 11.000 petani, saya tidak tahu datanya dari mana. Ada sekitar 3.000 warga yang terkena dampak dan tidak semuanya petani. Sedangkan yang menggugat dan menolak itu hanya 43 orang,” kata Sujiastono.

Kepala Desa Glagah Agus Parmono mengatakan, pihak desa juga masih menunggu salinan putusan MA untuk dapat melangkah ke tahapan berikutnya. Agus mengungkapkan, berdasarkan hasil koordinasi, pembentukan satgas A akan melibatkan perangkat desa di desa yang terdampak pembangunan. Satgas A bertugas melakukan identifikasi kepemilikan lahan, sedangkan satgas B yang terdiri dari tim appraisal untuk menilai ganti rugi lahan.

“Koordinasi yang dilakukan yakni sebatas persiapan pematokan bidang saja. Kami nantinya akan menyiapkan 97 orang yang akan diterjunkan untuk pematokan bidang, terdiri dari pamong desa dan tokoh masyarakat. Jumlah itu hanya desa kami saja,” ujar Agus.

Sementara itu, ditemui usai membuka PORDA XIII DIY 2015 di Alun-alun Wates, Gubernur DIY Sri Sultan HB X menandaskan, proses pembebasan lahan dan akuisisi lahan merupakan kewenangan dari PT Angkasa Pura. Pemda DIY hanya sebatas memfasilitasi lahan yang akan digunakan untuk pembangunan bandara baru bagi Jogja.

“Status tanahnya bukan milik Pemda, jadi tawar menawar tidak bisa dilakukan pemda. Lagipula, proyek ini bukan program Gubernur DIY, tetapi program pemerintah pusat. Karena [bandara] Adisutjipto sudah tidak memenuhi syarat,” jelas Sultan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya