SOLOPOS.COM - Warga diberikan penjelasan akan detail ganti rugi yang akan didapat atas pembangunan bandara Temon di Balai Desa Glagah, Glagah, Temon, Kamis (23/6/2016). Pada minggu pertama musyawarah bentuk ganti rugi sejumlah polemik mulai muncul antara lain perbedaan ganti rugi bangunan ilegal dan warga yang menginginkan ganti rugi dalam bentuk uang dan relokasi. (Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja)

Bandara Kulonprogo mengenai ganti rugi.

Harianjogja.com, KULONPROGO — Warga terdampak pembangunan bandara Temon meminta transparansi detail nilai ganti rugi aset mereka. Pasalnya, muncul sejumlah permasalahan akan perbedaan harga yang diterima warga meski lahan yang dimiliki bersebelahan.

Promosi Santri Tewas Bukan Sepele, Negara Belum Hadir di Pesantren

Pulung Raharjo, salah satu warga pendukung bersyarat pembangunan bandara mengatakan sempat muncul sejumlah permasalahan saat musyawarah karena nilai ganti rugi yang diterima warga satu sama lain berbeda. Karena itu, ia meminta agar tim pelaksana musyawarah menjabarkan dengan sedetail-detailnya nilai ganti rugi aset warga beserta aspek yang mendasarinya.

“Kami minta agar transparan dan diberikan rincian,”ujarnya, Jumat (24/6/2016).

Pasalnya selama ini warga hanya diberikan total nilai ganti rugi atas lahan, tanah, dan sarana penunjang. Padahal, harga yang diterapkan atas lahan satu sama lain berbeda tergantung aspek-aspek tertentu. Total nilai ganti rugi lahan misalnya, tak semata-mata bisa didapatkan dengan  menjumlah harga tanah per meter dengan keseluruhan luas lahan yang dimiliki.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, tim appraisal juga memberikan ganti rugi untuk kerugian non fisik yang diderita masyarakat. Aspek tersebut juga harus dipaparkan secara mendetail karena biasanya hal tersebut juga menjadi penentu jumlah ganti rugi yang diterima masyarakat.

Karena itu, Pulung meminta agar tim pelaksana mampu menjelaskan dengan mendetail jumlah aset beserta harganya masing-masing. Terlebih lagi, terdapat ganti rugi yang harus dibagi antara pemilik lahan dan penggarap lahan. “Jika tidak akan muncul polemik terus karena harganya beda-beda,”jelasnya.

Ia mengumpamakan jumlah dan harga tanaman beserta jenisnya pasti merupakan aspek krusial bagi penggarap lahan yang akan mendapatkan ganti rugi. Sementara itu, harga yang diterapkan pada bangunan juga pasti berbeda dengan material dan aspek historisnya.

Kolom Disederhanakan


Sebelumnya, Ketua Tim Appraisal dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) MBPRU Jogja, Uswatun Khasanah mengatakan memang hanya sejumlah kolom general saja yang dipaparkan kepada masyarakat saat pelaksanaan musyawarah.

“Kolom penilaian ada banyak sekali sehingga untuk memudahkan kami sederhanakan menjadi beberapa kolom saja,”jelasnya.

Terkait harga tanah yang berbeda-beda, menurutnya memang ada penerapan zonasi sehingga harga yang dihasilkan juga berbeda. Selain itu, aspek kerugian non fisik juga sangat beragam yang juga berbeda antar keluarga. Sejumlah permasalahan yang muncul dalam musyawarah pekan pertama ini sendiri sedianya akan dibahas antar sejumlah pihak terkait. Diharapkan, sejumlah tuntutan serta keluhan yang muncul akan bisa dijawab pada musyawarah pekan berikutnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya