SOLOPOS.COM - Warga diberikan penjelasan akan detail ganti rugi yang akan didapat atas pembangunan bandara Temon di Balai Desa Glagah, Glagah, Temon, Kamis (23/6/2016). Pada minggu pertama musyawarah bentuk ganti rugi sejumlah polemik mulai muncul antara lain perbedaan ganti rugi bangunan ilegal dan warga yang menginginkan ganti rugi dalam bentuk uang dan relokasi. (Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja)

Bandara Kulonprogo yang sudah masuk tahap penghitungan ganti rugi dikeluhkan oleh pemiilk tambak

Harianjogja.com, KULONPROGO-Perbedaan perlakuan ganti rugi tambak dan hotel ilegal terdampak bandara Temon menghasilkan polemik.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pasalnya, sejumlah pemilik tambak tidak dapat ganti rugi sama sekali untuk asetnya yang berada di atas Paku Alam Ground (PAG).

Bayu Puspo Pangaribowo, Ketua Masyarakat Peduli Kulonprogo (MPK) yang juga salah satu pemilik tambak mengeluhkan ketiadaan ganti rugi untuk para pemilik tambak.

Bayu sendiri hanya mendapatkan ganti rugi sebesar Rp6,2juta untuk sejumlah tanaman yang dimiliknya sedangkan tambak udangnya sebesar Rp0.

Padahal, ia bisa mendapatkan Rp190juta untuk satu bidang tanah tiap 80 hari sekali. “Apa bedanya kita [tambak udang] dengan cafe, yang tempat maksiat saja dapat,” keluhnya, Rabu (29/6).

Tambak udang sendiri menurutnya sudah ada sejak 2010 silam jauh sebelum IPL ditetapkan.

Selain itu, para penggarap PAG juga mempertanyakan kompensasi atas lahan dari Puko Pakualaman yang sampai saat ini belum mendapatkan kepastian.

Bayu mengatakan bahwa hingga kini dalihnya selalu masih dalam pembahasan padahal para penggarap ingin kepastian sebelum niai ganti rugi aset mereka disampaikan hari ini.

Bayu menguraikan bahwa selama ini lahan pesisir yang terletak di Glagah sebenarnya merupakan tanah persil merah. Lahan PAG sendiri hanya meliputi pasar dan pesanggarahan yang kini menjadi kantor PT Jogja Magasa Iron (JMI).

Lahan tersebut kemudian berstatus sebagai PAG dengan adanya undang-undang keistimewaan DIY.

Menurutnya, warga tidak mengajukan sertifikat kepemilikan tanah karena masih menghargai Puro Pakulaman. Karena itu, diharapkan pihak Pakualaman segera memberikan kejelasan akan kompensasi bagi warga.

Terkait hal ini, penggarap PAG ini berencana akan menemui Bupati Kuloprogo dan Paku Alam guna menyampaikan inspirasi mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya