SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta (Solopos.com) — Bandara Hemalomo di Kota Sanana di Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara (Malut) diblokir warga selama tiga bulan. Akibatnya aktivitas bandara setempat lumpuh total.

Ketua kelompok masyarakat yang melakukan penuntutan tanah, Tajudin Duila mengungkapkan hal itu, Sabtu  (12/03/2011). Menurut Tajudin, tanah milik warga sudah dikuasai sejak zaman orde baru era tahun 1980-an silam. Ketika orde baru berkuasa, masyarakat tidak bisa berkutik. Lalu pada tahun 2007, warga kembali meminta kejelasan Pemda setempat atas lahan yang dulu dikuasi tanpa ganti rugi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Karena tak kunjung diselesaikan, sejak 18 November 2010 hingga sekarang, sekitar 50 KK pemilik lahan di bandara tersebut melakukan aksi blokir. Luas tanah masyarakat sekitar 196 ribu meter persegi yang dijadikan landasan pacu bandara kini dikuasai warga.

“Sejak jaman orde baru sampai sekarang lahan kami tidak pernah diganti rugi. Kita menuntut pembayaran ini. Kita sudah bolak-balik menuntut ganti rugi ke pemerintah setempat, tapi tidak pernah digubris,” kata Tajudin.

Akibat tidak adanya ganti rugi tanah yang tak kunjung diselesaikan, kini
kondisi bandara tidak dapat berfungsi. Di landasan pacu warga meletakan
pohon-pohon yang sengaja untuk menutup aktivias bandara. Akibatnya tiga
penerbangan, seperti pesawat Trigana, Ekspres, dan Merpati, yang
rata-rata berkapasitas 42 orang kini tidak beroperasi lagi.

Menurut kuasa hukum masyarakat, Mohamad Taufik, persoalan tanah ini sudah disampaikan ke Menteri Perhubungan di Jakarta. Bahkan melalui Dirjen Udara, sudah memerintahkan Pemkab Kepulauan Sula segera menyelesaikan ganti rugi tanah itu agar nanti ditanggung biaya dari APBN.

Untuk menindaklanjuti permintaan Dirjen Udara, Pemkab Kep Sula pertengahan tahun 2010 telah membentuk tim verifikasi. Saat itu disepakti harga tanah masyarakat akan dibayar Rp 61.500 ribu/meter.

“Belakangan Bupati Kep Sula, Ahmadmus Hidayah justru membatalkan hasil verifikasi tersebut. Bupati mengklaim tanpa bukti kuat bahwa lahan itu milik pemerintah. Padahal masyarakat memiliki bukti kuat atas kepemilikan lahan tersebut,” kata Muhamad Taufik.

Sedangkan Tajudin sebagai ketua kelompok masyarakat menyebutkan Bupati Kepulauan Sula sangat jarang ditempat. Dalam tiga bulan terakhir setiap masyarakat menuntut ke Kantor Bupati, Ahmadmus tak ditempat.

“Bupati kami ini lebih sering banyak di Jakarta dari pada ditempat
kerjanya. Makanya, kondisi bandara yang sudah tiga bulan tutup pun tidak
pernah menjadi perhatiannya,” kata Tajudin.

(dtc/try)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya