SOLOPOS.COM - Menara kontrol Pangkalan TNI AU Adi Soemarmo yang juga melayani operasional penerbangan Bandara Internasional Adi Soemarmo. (JIBI/SOLOPOS/R. Bambang Aris Sasangka)

Dua personel TNI AU melaksanana tugas sebagai air traffic controller atau pemandu lalu lintas udara di menara kontrol Pangkalan TNI AU Adi Soemarmo yang juga melayani penerbangangan di Bandara Internasional Adi Soemarmo. Foto diambil pada Jumat (20/9/2013). (JIBI/SOLOPOS/R. Bambang Aris Sasangka)

Dua personel TNI AU melaksanana tugas sebagai air traffic controller atau pemandu lalu lintas udara di menara kontrol Pangkalan TNI AU Adi Soemarmo yang juga melayani penerbangangan di Bandara Internasional Adi Soemarmo. Foto diambil pada Jumat (20/9/2013). (JIBI/SOLOPOS/R. Bambang Aris Sasangka)

Ruangan berdinding kaca di kesemua sisinya itu memberikan pandangan luas ke seluruh wilayah Bandara Internasional Adi Soemarmo. Di ruangan di puncak bangunan berlantai empat itu dua personel TNI AU duduk menghadapi sebuah meja dengan alat komunikasi dan sejumlah instrumen.

Promosi BI Rate Naik, BRI Tetap Optimistis Penyaluran Kredit Tumbuh Double Digit

Salah satu di antaranya, Pembantu Letnan Dua Agus Sihono terlihat terus berkomunikasi dalam bahasa Inggris menggunakan radio dengan sebuah pesawat latih milik sebuah sekolah penerbangan yang hendak lepas landas. Sesekali dirinya mencoretkan angka-angka di beberapa kertas yang disusun berurutan di depannya seraya berkomunikasi dengan pesawat lain yang tengah mengudara.

Itulah kesibukan Agus selaku petugas Air Traffic Controller atau Pemandu Lalu Lintas Udara (PLLU). Komunikasi dan pendataan segala aktivitas penerbangan di dan sekitar area Bandara Adi Soemarmo menjadi tanggung jawab dirinya, yang merupakan satu di antara 25 personel yang bertugas di base operations alias base ops dan tower atau menara kontrol. “Semua kami kontrol dari sini, mulai dari saat pesawat menyalakan mesin hingga lepas landas, semuanya harus dikoordinasikan. Pesawat mau menyalakan mesin saja juga harus menunggu izin dari tower,” jelas Agus kepada Solopos.com yang menjumpainya di sela-sela waktu istirahatnya, akhir pekan lalu.

Didampingi Kepala Sub Seksi PLLU, Kapten Lek. Hartono Waji, Agus menjelaskan tugas ATC cukup berat karena harus menangani pergerakan banyak pesawat sekaligus dalam satu kurun waktu. “Di sini [Adi Soemarmo] bisa jadi satu petugas ATC harus memandu sampai 15 pesawat karena selain penerbangan reguler dan haji seperti saat ini ada juga aktivitas penerbangan dari sekolah penerbangan sipil dan TNI AU,” katanya. “Cukup berat juga karena di sini tidak ada radar, jadi kami memantau berdasarkan laporan komunikasi dengan pilot. Kami harus ngomong terus,” ujarnya tersenyum.

Urusan omongan ini juga tak sederhana karena sesuai standar penerbangan internasional, semua komunikasi harus dilakukan dalam bahasa Inggris. Untuk menjamin kualitas bahasa Inggris petugas ATC, kata Agus, secara berkala selalu ada pengujian Intensive English Language Performance (IELP). Meski diakui Agus masalah dialek bisa mempengaruhi komunikasi bahasa Inggris, namun menurut dia hal ini masih bisa diatasi karena komunikasi untuk penerbangan sudah ada standar istilahnya. “Jadi meski ada pengaruh dialek, kami tetap paham karena semua sudah ada istilah atau bahasa standarnya,” terangnya.

Tak urung dia mengingat juga pengalaman menarik saat Bandara Adi Soemarmo harus menangani lonjakan aktivitas penerbangan setelah terjadinya gempa bumi dahsyat di kawasan DIY tahun 2006 silam. Saat itu berbagai pesawat terbang asing yang membawa bantuan berdatangan. “Kami repot juga saat berkomunikasi dengan pilot China Taipei [Taiwan], soalnya pengaruh dialeknya kental sekali. Jadi kami harus cermat,” kenangnya.

Kapten Lek. Hartono Waji menambahkan, meski Adi Soemarmo adalah bandara sipil, namun karena terletak di kawasan milik pangkalan udara militer, maka penanganan operasional lalu lintas penerbangan ditangani oleh TNI AU. “Tapi meski kami militer, untuk standar operasional bandara semuanya mengacu pada aturan penerbangan sipil internasional yang ditetapkan oleh ICAO [International Civil Aviation Organization, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional],” terangnya. Dirinya mencontohkan para personel ATC kesemuanya harus memiliki lisensi yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan dan harus diperbarui tiap dua tahun.

Bertugas sebagai ATC, menurut Hartono yang sudah 32 tahun mengabdi di TNI AU merupakan kebanggaan tersendiri karena adanya tanggung jawab terhadap nyawa para penumpang pesawat terbang. “Dalam penerbangan itu semuanya sangat teratur, seperti jalur penerbangan, jarak antarpesawat dan sebagainya. Sudah ada standarnya, seperti jarak minimal antarpesawat itu harus berapa mil dan sebagainya. Kalau sampai aturan jarak ini dilanggar, itu sudah kategori near miss [mendekati terjadinya insiden]. Meski itu kesalahan pilot yang tidak mematuhi ATC, tapi kami ini juga jadi tidak bisa tidur kalau sampai near miss,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya