SOLOPOS.COM - Grup musik Fisip Meraung (Facebook.com)

Solopos.com, SOLO — Dibukanya keran impor daging sapi beberapa waktu lalu sempat membuat harga jual hewan ternak tersebut anjlok. Kondisi yang tidak menguntungkan peternak lokal ini rupanya menjadi inspirasi band Fisip Meraung untuk membentuk album yang berjudul Pitik dan Sapi.

Band yang digawangi Topik (gitar dan vokal), Amex (bas dan vokal), dan Atif (drum) ini memang setia menggarap lagu beraliran humorcore. Album ke-8 mereka memuat 7 lagu dengan durasi lagu maksimal 2 menit. Pitik dan Sapi yang diangkat menjadi judul album teranyar band ini juga menjadi salah satu lagu andalan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Ide pembuatan lagu ini berasal dari tetangga saya bernama Bulik Las. Dia punya delapan ekor sapi yang siap jual. Tapi ternyata penjualan saat itu sedang lesu. Kasihan sapinya tidak laku. Setelah menelan banyak kerugian, dia menjajal beternak ayam. Usahanya sukses, tapi rumahnya jadi kotor karena ayamnya terkadang buang kotoran sembarangan,” kata Topik, ketika ditemui Solopos.com di Studio Soloradio, Selasa (15/10/2013) malam.

Lagu lain dari album ini yang juga berdurasi kurang dari dua menit adalah Ora Mangan. Lagu ini mengkritik sikap acuh tak acuh warga perkotaan terhadap sesamanya. Kondisi ini jauh berbeda dari masyarakat pedesaan di mana tolong-menolong sesama menjadi hal yang lumrah.

“Orang desa itu paseduluran-nya masih baik. Kalau sedang tidak punya uang, masih ada tetangga yang bisa membantu. Lagu ini menggambarkan kehidupan di desa yang masih guyub. Salah satunya ketika sedang jajan di warung, ada yang ngutang karena enggak punya duit, ya enggak masalah. Kalau di kota, ngutang seperti ini konsekuensinya macam-macam,” jelas Topik.

Fisip Meraung rencananya bakal merilis album teranyar mereka November mendatang. Soal lirik dan musik album barunya, basis sekaligus vokalis Fisip Meraung, Amek, mengatakan garapan terbaru mereka lebih matang dibandingkan album-album sebelumnya.

“Konsepnya masih sama seperti yang dulu. Kami buat lagu dengan durasi yang pendek, maksimal dua menit. Dengan lirik yang lebih dewasa dan musik yang lebih kompleks. Album pertama kami hanya main di tiga kunci, sekarang ini paling enggak ada tujuh kunci yang kami mainkan dalam satu lagu,” ujar Amex menambahkan.

Meskipun secara musikalitas telah mengalami perkembangan, namun band yang  terbentuk pada 26 Agustus 2011 ini enggan mengkhususkan diri pada satu genre musik. “Semangat kami seperti di Woodstock Festival. Kami tetap main musik punk, rok, hardcore, pop, blues, hingga campursari. Kami enggak mau terjebak di satu genre saja. Musik itu dibuat bukan untuk mengotak-ngotakkan, tapi buat menyatukan perbedaan,” pungkas Amex.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya