SOLOPOS.COM - Seminar internasional 20th Economix dengan tema Redefining the Pathways of Global Cooperation: Striving towards Resilience amidst Economic and Political Crises di Auditorium FEB UI Depok Jawa Barat, Selasa (29/11/2022). (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia (BRIN), Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, menyinggung tentang ekonomi global yang tangguh pada seminar internasional 20th Economix, Selasa (29/11/2022).

20th Economix kembali mengadakan seminar internasional dengan mengangkat tema Redefining the Pathways of Global Cooperation: Striving towards Resilience amidst Economic and Political Crises di Auditorium FEB UI Depok Jawa Barat. Seminar internasional itu juga disiarkan langsung melalui kanal YouTube Economix FEB UI.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mantan Kepala BRIN yang akrab disapa Bambang Brodjonegoro menyampaikan bahwa tema mencapai ekonomi global yang tangguh sangat relevan di situasi dunia saat ini, di mana pandemi Covid-19 dan perang Ukraina-Rusia menyebabkan ekonomi global mengalami penurunan.

Bambang memperkirakan pertumbuhan ekonomi global melambat dari 6,0% pada 2021 menjadi 3,2% pada tahun 2022. Kemudian, 2,7% pada tahun 2023.

“Kenaikan inflasi akibat disrupsi pada global supply chain menyebabkan diberlakukan pengetatan kebijakan moneter di sebagian besar wilayah sehingga dimungkinkan terjadi kenaikan lebih curam pada suku bunga bank sentral untuk melawan kenaikan harga,” tuturnya seperti dikutip Solopos.com dari siaran pers yang diterima Kamis (1/12/2022).

Baca Juga : Pemerintah Genjot Pembelian Produk UMKM untuk Hadapi Ketidakpastian Global

Selain itu, lanjutnya, perlambatan di China karena lockdown diperpanjang, krisis pasar properti memburuk, dan efek limpahan perang Ukraina-Rusia semakin membuat ekonomi global terpuruk.

Dia menyebut faktor yang mendasari perlambatan pada paruh pertama tahun ini penghapusan cepat akomodasi moneter. Menurutnya hal itu karena banyak bank sentral berusaha memoderasi inflasi yang tinggi secara terus-menerus.

Prediksi Pertumbuhan Ekonomi di Asia

“Secara garis besar tingkat suku bunga nominal sekarang berada di atas tingkat prapandemi di negara maju dan berkembang. Dengan inflasi tinggi, suku bunga riil umumnya belum dikembalikan ke tingkat prapandemi. Pengetatan kondisi keuangan di sebagian besar wilayah dengan pengecualian penting dari China tercermin dalam apresiasi riil dolar AS,” ungkap dia.

Berbicara mengenai inflasi, lanjutnya, inflasi memiliki dampak besar terutama pada kelompok berpenghasilan rendah di negara berkembang. Di negara-negara berkembang, katanya, hampir setengah dari konsumsi rumah tangga digunakan untuk makanan.

Baca Juga : Wamenkeu Ungkap Cara Defisit APBN di Bawah 3%

seminat internasional 20th economix
Seminar internasional 20th Economix dengan tema Redefining the Pathways of Global Cooperation: Striving towards Resilience amidst Economic and Political Crises di Auditorium FEB UI Depok Jawa Barat, Selasa (29/11/2022). (Istimewa)

“Artinya, inflasi bisa memiliki dampak yang sangat akut pada kesehatan manusia dan standar hidup. Di Eropa, dampak signifikan perang Ukraina menyebabkan guncangan energi yang mendorong inflasi lebih tinggi dalam jangka pendek. Di Asia, dengan dampak yang lebih moderat terjadi kenaikan pada harga pangan yang membuat untuk inflasi naik seperti di berbagai wilayah lain,” jelasnya.

Bambang juga memprediksi pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia menurun dari 7,2% pada 2021 menjadi 4,4% pada 2022. Sebelumnya pertumbuhan ekonomi pada 2023 diproyeksikan meningkat menjadi 4,9%, direvisi turun untuk mencerminkan kondisi eksternal yang kurang baik.

“Lebih lambat pertumbuhan mitra dagang utama, seperti China, kawasan Euro, dan AS. Penurunan daya beli rumah tangga akibat harga makanan dan energi yang lebih tinggi dan pengetatan kebijakan moneter untuk membawa inflasi kembali ke sasaran,” ungkapnya.

Terakhir, Bambang menyampaikan saran terkait kebijakan yang dapat dilakukan adalah menerapkan kebijakan yang prioritasnya menangani inflasi, menormalkan neraca bank sentral, dan menaikkan tingkat suku bunga riil di atas tingkat netral dengan cepat dan cukup lama. Langkah terakhir itu untuk menjaga inflasi dan ekspektasi inflasi terkendali.

Selain itu, perlu kebijakan yang melindungi golongan rentan selama penyesuaian, seperti melalui transfer tunai yang ditargetkan kepada mereka yang kesulitan dalam mengakomodasi kenaikan harga energi dan pangan yang lebih tinggi. “Penting memperkuat kerja sama multilateral dan menghindari fragmentasi di tengah krisis ekonomi dan politik global,” katanya.

Baca Juga : Harga Minyak Minyak Terancam Anjlok, Resesi dan The Fed Membayangi

Indonesia Perlu Waspada

Seminar internasional itu dibuka Director of the Globalization and Development Strategies Division in United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), Richard Kozul-Wright. Dia mengawali sambutannya dengan menyatakan bahwa ekonomi global sedang mengalami krisis berlipat ganda dari dampak jangka panjang pandemi dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina.

“Pendapatan di bawah tingkat 2019, tingkat pertumbuhan melemah, biaya hidup meningkat, rantai pasok terdistorsi, anggaran pemerintah tertekan, sistem keuangan terguncang adalah beberapa dampak perekonomian global. Para pemuda diharapkan dapat membawa ide-ide baru serta solusi-solusi nyata di tengah upaya global membangun dunia yang keberlanjutan dan makmur untuk semua,” ujarnya.

Pada kesempatan itu hadir Research Manager, Trade and International Integration, Development Research Group di World Bank, Daria Taglioni, sebagai keynote speech. Ia membahas tentang Refining Global Trade and Connectivity.

seminar internasional 20th economix
Salah satu sesi pada seminar internasional 20th Economix di Auditorium FEB UI Depok Jawa Barat, Selasa (29/11/2022). (Istimewa)

Daria Taglioni menyinggung bahwa Indonesia termasuk negara yang kaya akan critical minerals. Akan tetapi, menurutnya, Indonesia perlu waspada sehingga sikap tetap menjaga perdagangan terbuka dan terprediksi merupakan hal yang vital.

Baca Juga : IMF Sebut Dunia Berharap Banyak kepada Indonesia soal Konflik Ukraina

Pembicara lain, Coordinating Minister for Economic and Social Policies of Singapore Tharman Shanmugaratnam, Head of Indonesia/India/Tunisia Desk at the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Andrea Goldstein dan Senior Resident Representative for Indonesia at International Monetary Fund (IMF) James P. Walsh.

James P.Walsh membahas mengenai Mencapai Ketahanan Makroekonomi Secara Global. Dia menyebut kebijakan moneter Indonesia terseok-seok, tetapi dia mengapresiasi kebijakan fiskal yang diambil Indonesia.



Sinergi dan Kolaborasi

“Respons kebijakan fiskal terhadap pandemi terbilang efektif melalui program PEN dan anggaran belanja yang ditargetkan. Kebijakan fiskal mendukung rumah tangga rentan yang terdampak pandemi,” tuturnya.

Berikutnya, hadir Senior Economist at ERIA, Ikumo Isono. Dia mempresentasikan Impact of Global Economic Decoupling on ASEAN: A Geographical Simulation Analysis yang menjelaskan dampak fenomena economic decoupling terhadap kawasan ASEAN.

Baca Juga : Industri Global Nantikan Pencabutan Penuh Lockdown Shanghai Per 1 Juni

Selain itu, Senior Advisor Direktorat Digital Business Telkom Indonesia, Henri Setiawan Wyatno. Dia memaparkan materi Refining Global Trade and Connectivity–Enhancing Digitalization. Tema ini mengungkit beberapa subtema yang membahas World Economic Under Uncertainty, Digitalization: Global Trends, dan Telkom Indonesia-Answering The Challenge.

Terakhir, hadir sebagai pembicara, Director of the Policy Support Unit at Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Denis Hew. Dia menyampaikan prediksi kondisi ekonomi dan tantangan yang harus dihadapi negara-negara di Asia Pasifik.

Denis Hew menunjukkan data perkembangan perdagangan impor maupun ekspor menunjukkan peningkatan hingga hampir dua kali lipat untuk impor dan hampir tiga kali lipat untuk ekspor. Menurutnya diperlukan kebijakan yang jelas, konsisten, dan terorganisir untuk memastikan bahwa APEC masih dalam kendali di bawah kondisi ekonomi dunia.

“Beberapa strategi yang akan diciptakan ke depan, yaitu menciptakan sinergi dan memperkuat kolaborasi untuk mengatasi tantangan ekonomi yang terjadi serta mewujudkan rencana pembangunan menuju aksi yang konkret.”

Baca Juga : Ini Efek Invasi Rusia ke Ukraina Bagi Indonesia, Berdampak Positif?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya