SOLOPOS.COM - Penampilan Tari Rempeg Balung Buto pada Hari Tari Sedunia 2022 dari Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen. (istimewa/Brayat Krajan)

Solopos.com, SRAGEN — Pandemi Covid-19 tidak selalu membawa dampak negatif. Di tengah pembatasan aktivitas masyarakat, seniman di Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Sragen, justru berhasil menelurkan kreasi tari baru yang diberi nama Tari Balung Buta.

Terciptanya tarian ini terinspirasi dari cerita rakyat yang eksis di Desa Manyarejo sejak 1889. Yakni cerita rakyat tentang Raden Bandung dan Raja Buta yang bernama Tegopati. Munculnya cerita rakyat ini tak lepas dari kebiasaan warga sekitar yang selalu berteriak “balung buta” setiap menemukan tulang dalam ukuran besar.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

“Menurut cerita rakyat, dulu di sini hidup masyarakat Krajan [kerajaan]. Mereka hidup tenteram dengan pemimpin namanya Raden Bandung. Kemudian Raja Buta yang bernama Tegopati datang dan menimbulkan kerusuhan karena mencari tumbal manusia,” terang Paimin, pendamping Kebudayaan desa Kemendikbudristek untuk Manyarejo, saat ditemui Solopos.com pada Rabu (23/8/2022).

Dalam peperangan awal, sambung dia, Raden Bandung kalah saat bertarung dengan Tegopati. Setelah itu Raden Bandung bertapa di pohon besar yang terdapat di Kedungringin. Ia lantas mendapat wangsit yang mengatakan “Sangir-lah!” yang mempunyai makna asahlah.

Baca Juga: Ironi Desa Pungsari Sragen, Punya Banyak Potensi Wisata tapi Sulit Dikembangkan

Maksud dari wangsit itu, Raden Bandung diminta  mengasah kuku pancaka, senjata Andalan nya. “Di Kali Cemoro sering ditemukan batu asah hingga sekarang,” tambah Paimin.

Sekretaris Desa Manyerejo, Tri Hartono, mengatakan tempat bertapanya Raden Bandung sekarang bernama Dukuh Tapan.

Setelah itu, mengasah kuku pancaka, Raden Bandung kembali bertarung dengan Tegopati di hutan Glagah Ombo. Kali ini ia berhasil menang dan menusuk tubuh Tegopati. Tegopati kalah dalam kondisi telanjang yang dalam bahasa Jawa disebut japapang. Kini tempat yang diyakini tempat jatuhnya Tegopati disebut Dukuh Bapang.

Kekalahan Tegopati membuat masyarakat Krajan kembali hidup tenang. Tubuh Tegopati kemudian dipotong dan disebar di Krajan. Karena itulah, setiap kali warga menemukan fosil dengan ukuran besar selalu berteriak balung buta karena dikira tulang Tegopati.

Baca Juga: Gejog Lesung, Seni Musik Tradisional Agraris dari Mataraman 

Menurut Paimin, sesuai namanya, Tari Balung Buto mengisahkan tentang cerita rakyat tersebut. Tarian ini dibawakan 14 orang dan empat penabuh alat musik. Para seniman ini tergabung dalam Perkumpulan Brayat Krajan Sangiran. Mereka bisa berlatih di Rumah Joglo Bu Tugi di depan Klaster Museum Manyarejo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya