SOLOPOS.COM - ilustrasi

ilustrasi

JOGJA—Langkah Walikota Jogja yang menghapus car free day di Kompleks Balaikota setiap hari Jumat menuai banyak kritik.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selama ini pelarangan penggunaan kendaraan bermotor tersebut dianggap menjadi teladan bagi warga dan institusi lainnya dalam pelaksanaan program Segosegawe (sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe).

“Sangat disayangkan sekali, karena Balaikota adalah suri tauladan. Namun, kami pun tidak tinggal diam.Masih ada institusi lain seperti UGM yang dapat dicontoh. Kami alihkan saja ke UGM,” ujar Ketua Paguyuban Onthel Djogjakarta Towil kepada Harian Jogja belum lama ini.

Dia mengakatan, di UGM mahasiswa dilarang menggunakan kendaraan bermotor di areal kampus. Bahkan sebelum mahasiswa masuk resmi menjadi civitas akademik, bentuk persetujuan yang dimintakan dari mahasiswa adalah tidak menggunakan kendaraan bermotor dan hal itu dituangkan dalam surat bermaterai.

Untuk mendukung program tersebut, pihak kampus juga menyediakan sepeda yang dapat dipinjamkan, serta difasilitasi berupa selasar-selasar yang teduh.

Pada Jumat (7/9), Walikota Jogja Haryadi Suyuti menerbitkan surat edaran dengan nomor 645/57/SE/2012.SE ini merujuk pada SE sebelumnya yang diterbitkan Walikota Jogja sebelumnya Herry Zudianto bernomor 551/048/SE/2009 tentang pelaksanaan Sego Segawe.

Melalui SE baru tersebut, pada hari Jumat semua kendaraan pegawai dan tamu baik roda empat dan roda dua diizinkan masuk ke lingkungan Balaikota Jogja. Salah satu pertimbangan penerbitan SE, karena banyak warga yang mengeluh sulit mengakses pelayanan pada Jumat dengan adanya pelarangan kendaraan masuk di lingkungan Balaikota.

Menurut Towil pelarangan kendaraan sepeda motor pada Jumat tidak menyulitkan. Apalagi pada hari tersebut adalah hari yang pendek, karena terpotong dengan salat Jumat. ”Cuma sehari saja memberikan contoh pada warga kenapa dihilangkan,” keluhnya.

Seharusnya kata Towil kebijakan itu dikeluarkan dengan melibatkan warga, bahkan elemen pesepeda. Dalam tiga tahun program Segosegawe, menurutnya, Pemerintah Kota Jogja juga membuat gebrakan-gebrakan baru agar pegawai yang rumahnya tidak terlalu jauh bekerja dengan menggunakan sepeda.

“Ini kan warisan kebijakan yang sangat bagus, spirit ke warga terus perlu diberikan melalui contoh-contoh dan perbaikan sarana-sarana bersepeda,” terangnya.

Towil melihat sarana dan prasana jalur Segosegawe juga tidak dipelihara dengan optimal. Selama ini penggunaannya masih berebutan dengan parkir. Bahkan tempat pemberhentian sepada di traffic light sekarang ini sudah luntur, sehingga terlihat aspal asli yang bewarna hitam.

Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM Jogja, Heru Sutomo saat dihubungi Minggu (9/9) mengatakan, car free day setiap Jumat di lingkungan Balaikota tak efektif. Oleh karenanya, hal tersebut kemungkinan yang menjadi pilihan Walikota untuk menerbitkan peraturan baru.

Namun menurutnya bukan berarti dengan tidak efektif, Walikota tidak melanjutkan program yang sudah dicanangkan tersebut. Ketidaktersedian sarana dan prasarana pendukung yang selama ini tidak diberikan, sehingga pegawai pun malas untuk mengikuti program tersebut. Akibatnya program tersebut tidak terjaga baik.

“Di Balaikota itu antara gedung satu dengan gedung lain kan juga cukup jauh.Semestinya ada selasar-selasar peneduh sehingga nyaman untuk bersepeda atau jalan kaki. Itu kalau pemerintah mau serius,” terangnya.

Perbaikan fasilitas, tambah Heru, juga seharusnya dilakukan pada jalur-jalur alternatif sepeda.”Penunjuk yang ada tidak memberikan penjelasan akan sampai di kawasan apa,hanya nama jalan, sehingga menyulitkan orang luar kota. Seharusnya ada penambah peta,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya