SOLOPOS.COM - Sejumlah calon pembeli memilih baju bekas layak pakai (awul-awul)di area Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) di Alun-alun Utara, Jogja, Kamis (21/11/2013). Semakin tingginya harga kebutuhan hidup membuat masyarakat kelas bawah cenderung berhemat dengan membeli sandang bekas layak pakai karena harganya murah. (JIBI/Harian Jogja/Gigih M Hanafi)

Baju bekas impor yang dikhawatirkan membawa penyakit dan dampak buruk, belum ditemukan peredarannya di Solo.

Solopos.com, SOLO — Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Solo sulit mengindentifikasi peredaran baju bekas impor. Hal ini karena tidak ada label khusus dan sudah bercampur dengan baju bekas lokal.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Seksi (Kasi) Pengawasan Disperindag Solo, Hening Widyastuti, menyampaikan hingga kini belum melakukan pengawasan penjualan baju impor. Pihaknya mengaku cukup sulit mengidentifikasi dan di Solo juga belum ditemukan adanya indikasi peredaran baju bekas impor. Oleh karena itu, pihaknya bekerja sama dengan Seksi Perlindungan Konsumen melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak membeli baju bekas impor.

“Baju bekas impor peredarannya dilarang jadi kalau ada itu berarti merupakan produk legal. Tapi kami belum menemukan di Solo. Meski belum lakukan pengawasan langsung tapi sudah ada karyawan yang keliling untuk mengecek dan belum ditemukan pakaian bekas impor,” ujar Hening saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Kamis (5/2/2015).

Hening mengatakan baju bekas yang dijual di pasar tradisional biasanya adalah baju bekas yang berasal dari dalam negeri. Meski sama-sama baju bekas, Hening mengaku tidak bisa ditindak karena yang dilarang dijual hanya baju bekas impor.

Dia menyampaikan cukup sulit membedakan baju bekas impor dan baju bekas yang berasal dari dalam negeri. Kalau pun ditemukan baju impor bekas, dia menuturkan tidak bisa menyita karena tidak memiliki wewenang, hanya bisa lakukan imbauan. Urusan penyitaan menjadi wewenang polisi karena ini termasuk barang illegal.

“Pengawasan juga semakin sulit karena itu [pakaian bekas impor] tidak melalui pelabuhan resmi dan tidak tercatat di bea cukai sehingga tidak ada keterangan apakah produk tersebut impor atau tidak,” tuturnya.

Kasi Perlindungan Konsumen, Eka Hari Kartana, mengakui tidak ada forum atau sarana sosialisasi khusus terkait bahaya baju bekas impor. Sosialisasi dilakukan bersamaan dengan sosialisasi mengenai makanan, minuman, ketepatan timbangan, dan mainan anak yang berbahaya. Sosialisasi tersebut diberikan kepada masyarakat, tokoh masyarakat, dan pengusaha.

Lebih lanjut, Hening menuturkan saat ini pihaknya juga fokus dalam pengawasan penjualan alcohol di minimarket yang mulai dilarang pada April mendatang. Oleh karena itu, dalam waktu dekat pihaknya akan memberikan surat edaran kepada minimarket.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya