SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO – Menjamurnya gerai makanan cepat saji di Indonesia turut mendorong orang untuk mengonsumsinya lebih sering.

Adapun di Amerika Serikat, lebih dari sepertiga orang dewasa mengonsumsi makanan cepat saji pada hari tertentu menurut laporan 2018 dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selama ini, kenaikan berat badan adalah salah satu efek buruk dari konsumsi makanan cepat saji yang kerap digaungkan. Namun efek kesehatan lainnya jarang dibicarakan. Selain tinggi kalori, makanan cepat saji umumnya rendah zat gizi. Kurangnya serat dalam makanan cepat saji membuat kita tak cepat kenyang sehingga cenderung mengonsumsinya dalam jumlah berlebihan.

Ekspedisi Mudik 2024

“Tubuh Anda sementara penuh dengan makanan tanpa nutrisi, sehingga meski Anda telah mengonsumsi banyak kalori, Anda tidak akan kenyang dalam waktu lama,” ujar Amy Shapiro, ahli gizi yang berbasis di New York.

Penelitian juga telah menghubungkan konsumsi makanan cepat saji yang sangat intens dengan peningkatan risiko kanker kolorektal, lambung, dan saluran pernapasan. Sementara faktor-faktor lain seperti merokok kurang olahraga memang disebut-sebut berkontribusi untuk ini, para peneliti meyakini bahwa pola makan memainkan peranan penting.

Proses penyajian makanan cepat saji seperti digoreng dalam suhu tinggi dapat menghasilkan bahan kimia yang berpotensi menyebabkan kanker. Anda juga berisiko terpapar phthalate, kelompok bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam kemasan, sarung tangan, kotak pembungkus makanan cepat saji.

Sementara para peneliti masih memeriksa dampak pasti phthalate terhadap kesehatan, beragam penelitian menyebutkan bahwa tingkat phthalate yang tinggi terkait dengan risiko lebih tinggi masalah kesuburan dan beberapa komplikasi kehamilan.

Tahun lalu, sebuah studi dari Inggris mengungkapkan bagaimana diet olahan, tinggi lemak atau gula menyebabkan peradangan sistemik. Dr. Camille Lassale dari University College London mengatakan bahwa pola makan seperti ini dapat memicu depresi.

“Peradangan kronis dapat memengaruhi kesehatan mental dengan mengangkut molekul pro-inflamasi ke otak. Hal itu juga dapat mempengaruhi molekul neurotransmiter yang bertanggung jawab untuk pengaturan suasana hati,” kata Dr. Lassale.

Selain lemak dan gula, makanan cepat saji juga mengandung kadar natrium atau garam yang lebih tinggi. Zat ini tidak hanya digunakan untuk meningkatkan rasa makanan tetapi juga sebagai pengawet untuk membantu memperpanjang umur simpan makanan cepat saji.

Konsumsi terlalu banyak garam, seperti yang Anda tahu, dapat meningkatkan risiko hipertensi. Beberapa orang bahkan mungkin mengalami berjerawat akibat konsumsi terlalu banyak makanan ini. Jadi masih mau makan makanan cepat saji di jam makan siang nanti?
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya