SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Bisnis Indonesia Ilustrasi

Harianjogja.com, JOGJA-Rektor Universitas PRGI Yogyakarta (UPY) Prof. Buchory berkeluh kesah dengan kondisi Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris tetapi justru gemar mengimpor pangan. Diapun mendesak ada itikad baik, kebijakan (political will) dan tindakan nyata dari pemerintah untuk tidak melakukan impor.

Alasannya, ketergantungan terhadap impor pangan menimbulkan kerawanan bagi sebuah negara. “Jalan keluar untuk menghindari kerawanan pangan tersebut adalah dengan gerakan produksi pangan lokal. Meski terlambat, tidak masalah. Semua komponen bangsa harus terlibat mewujudkan kedaulatan pangan,” ujarnya di Seminar Nasional Strategi dan Peran Pendidikan dalam Mewujudkan Kedaulatan Pangan Nasional di Universitas PGRI Yogyakarta (UPY), Kamis (28/11/2013).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kekawatiran Buchory bukan tanpa alasan. Dia menyontohkan memanasnya hubungan Indonesia dan Australia akibat skandal penyadapan Australia kepada pejabat RI. Hal itu, katanya, berpengaruh pada upaya pemenuhan konsumsi daging sapi di Indonesia. Bayangkan saja, kebutuhkan daging sapi tahun depan di Indonesia sebanyak 575.880 ton. Padahal, kemampuan Indonesia hanya 443.200 ton sehingga ada selisih 132.680 ton daging sapi yang harus dipenuhi.

Kekurangan itu biasanya diimpor dari Australia. Dalam konteks keretakan hubungan RI dan Australia itu, dia melihat pemenuhan daging sapi dalam negeri sebagai tantangan atau peluang bagi Indonesia. Untuk itu, dia mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang pemenuhan daging nasional terhadap Australia.

“Dunia pendidikan bisa menjadi wahana strategis agar generasi muda lebih mencintai produk dan panganan lokal. Selama ini, kecintaan generasi muda terhadap panganan lokal sudah jauh. Mereka lebih suka meninggalkan makanan lokal dan gandrung dengan makanan impor,” sesalnya.

Sementara, Direktur Seamoe Biotrop Bambang Purwanto mengatakan, pengertian kedaulatan pangan hingga kini mulai direduksi. Kedaulatan pangan hanya dimaknai sebagai ketahanan pangan sehingga praktik impor dibolehkan. Bahkan, kedaulatan pangan diartikan sebagai kecukupan pangan yang berdampak pada tingginya impor pangan di Indonesia. “Kalau kedaulatan pangan, dimensinya harus mencukupi semaksimal mungkin kebutuhan pangan nasional. Sebab, Negara berdaulat itu tidak hanya dilihat dari ekomoni politik tetapi juga kedaulatan pangan,” tukas alumni Institut Pertanian Bogor itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya