SOLOPOS.COM - Konsumen membeli bahan bakar pertalite di SPBU Gumulan, Kemiri, Kecamatan Mojosongo, Boyolali, Jumat (14/8/2015). (Hijriyah Al Wakhidah/JIBI/Solopos/dok)

Bahan bakar minyak, pemakaian pertalite di Solo melonjak tajam beberapa waktu terakhir.

Solopos.com, SOLO — Konsumsi pertalite meningkat tajam hingga mencapai hampir 50% beberapa waktu terakhir. Disparitas harga yang semakin kecil dengan premium membuat bahan bakar minyak (BBM) research octane number (RON) 90 itu semakin diburu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Officer Communication and Relations Pertamina JBT, Didi Andrian Indra Kusuma, mengatakan tren penjualan premium saat ini menurun karena masyarakat mulai melihat kualitas daripada harga. Apalagi saat ini seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Soloraya telah menjual pertalite.

Di sisi lain, ada masyarakat yang mengaku kesulitan mencari premium. Rendi, 30, mengatakan selama dua bulan terakhir kesulitan mendapat premium.

Tidak jarang dia harus berganti SPBU untuk membeli BBM RON 88 ini. Hal ini karena antrean panjang sehingga terkadang saat tiba giliran, premium sudah habis atau SPBU tidak menjual premium.

Menanggapi hal tersebut, Didi mengatakan Pertamina tidak pernah berupaya menghilangkan premium karena merupakan penugasan dari pemerintah. “Kami hanya memberi pilihan ke masyarakat untuk menggunakan BBM dengan kualitas yang lebih baik,” ungkap Didi kepada Solopos.com, Senin (14/11/2016).

Dia mengungkapkan saat ini semakin banyak masyarakat yang beralih dari premium ke pertalite dan pertamax karena disparitas harganya kecil dan masyarakat semakin paham mengenai kualitas. Dia mengungkapkan penurunan konsumsi premium paling signifikan terjadi mulai September lalu, yakni mencapai 32%.

Pemakaian premium setiap bulannya biasanya mencapai 28.000 kiloliter (KL) di Soloraya tapi mulai September turun menjadi kisaran 19.000 KL. Hal ini mengingat mulai September diberlakukan kebijakan pelarangan membeli premium dengan jeriken.

Pada saat itu disepakati pula masing-masing SPBU dibatasi hanya dua nozzle yang melayani penjualan premium. Selain itu, pada bulan tersebut seluruh SPBU (140 SPBU) di Soloraya juga mulai wajib untuk menjual pertalite.

Bahkan tercatat ada empat SPBU di Solo yang tidak menjual premium karena memilih mengganti nozzle yang digunakan melayani premium menjadi pertalite “Konsumsi pertalite naik dari rata-rata 16.000 KL/bulan menjadi 23.000 KL/bulan. Pertamina tetap mengirim premium ke SPBU tapi memang selama ini ada perubahan pola pemakaian BBM oleh masyarakat. Pertamina hanya mengikuti dinamika lapangan,” kata Didi.

Menurut dia, pemakaian pertamax juga naik meski tidak sesignifikan pertalite. Tercatat rata-rata konsumsi pertamax saat ini 11.000 KL dari sebelumnya 7.900 KL. Didi menyampaikan keberadaan pertalite tidak menggerus pelanggan pertamax karena pelanggan BBM RON 92 ini sangat loyal.

Perubahan pola konsumsi masyarakat ini juga membuat market share pertalite lebih unggul, yakni 51% kemudian disusul premium 28% dan pertamax 21%. Didi mengatakan dari 776 SPBU di Jateng-DIY tercatat 698 SPBU telah menjual pertalite.

Sekitar 10% dari total SPBU belum menjual pertalite karena terkendala lahan sehingga sulit untuk menjual BBM jenis baru. “Pertamina tidak memaksa SPBU menjual BBK [bahan bakar khusus] sehingga penjualan pertalite menunggu kesiapan masing-masing SPBU,” kata dia.

Salah satu pengguna pertalite, Haryono, 29, mengaku mulai menggunakan pertalite sejak diluncurkan pada Agustus tahun lalu. Dia memilih beralih karena disparitas harga yang tidak besar dengan premium. Selain itu, jarak tempuh kendaraan setelah menggunakan BBM ini lebih jauh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya