SOLOPOS.COM - HIDUP TENANG -- Benyamin Sarmono berdiri di depan rumahnya yang dibangun setahun terakhir. Kini dia hidup tenang bersama istri dan kedua anaknya. (JIBI/SOLOPOS/Muhammad Khamdi)

Dalam kurun waktu 11 tahun, Benyamin selalu berpindah tempat tinggal hingga 11 kali. Hal itu dilakukan bukan karena takut pada ancaman pembunuhan, namun ia ingin menenangkan keluarganya yang saat itu sangat tertekan dan ketakutan.
“Yang sangat saya khawatirkan adalah dua anak saya, Ester Kristina Natalia dan Eunika Yuni Puspita, yang saat itu masih sekolah. Mereka harus berpindah-pindah sekolah. Namun, apa boleh buat, kami harus menanggung apa pun risikonya,” paparnya kepada Espos, Kamis (8/9/2011).

HIDUP TENANG -- Benyamin Sarmono berdiri di depan rumahnya yang dibangun setahun terakhir. Kini dia hidup tenang bersama istri dan kedua anaknya. (JIBI/SOLOPOS/Muhammad Khamdi)

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Benyamin menceritakan dirinya pernah merantau ke Kalimantan, tempat saudara istrinya, Irna Roosmala, 53. Namun, di perantauan itu ia hanya bertahan selama satu bulan. “Dengan berbagai pertimbangan, saya tidak tega dengan anak-anak yang saat itu masih kecil,” kenang Benyamin seraya menrawang ke arah luar rumahnya.

Ia pun memutuskan kembali ke Jawa. Ia memilih ke Klaten, tempat tinggal saudaranya. Ancaman pun datang bertubi-tubi. Kurang lebih selama satu pekan, tempat tinggal Benyamin di Tegal Mijen, Desa Bulan, Kecamatan Wonosari dijaga ratusan warga desa setempat. Penjagaan dilakukan selama 24 jam tanpa henti secara bergantian. Saat itu Benyamin masih menumpang tinggal di rumah saudaranya.

Agar situasi lebih kondusif, Benyamin pindah ke Jogja. Ia memboyong anak dan istrinya ke Jogja. Saat berada di Jogja, Benyamin minta perlindungan hukum pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja. “Tidak ada pilihan lain kecuali mendatangi LBH Jogja untuk membantu saya dalam menuntaskan kasus ijazah palsu Untung Wiyono,” terangnya.

Benyamin mengatakan selama di Jogja, tekanan dari berbagai pihak yang membela Untung masih terus menimpanya. Ia sempat merasa trauma tiap kali melihat mobil Isuzu Panther warna biru dengan plat nomor yang di belakangnya berhuruf E. “Saat melihat mobil dengan ciri seperti itu saya ndrodhog (gemetar-red),” kenangnya sembari tersenyum. Ketakutan Benyamin bukan tanpa alasan. Mobil dengan ciri itu merupakan mobil yang biasa digunakan orang-orang yang mengaku utusan Untung Wiyono yang selalu mengancam akan membunuh dirinya dan keluarganya. Benyamin hanya bertahan dua tahun di Jogja.

Dalam menunggu kepastian hukum terhadap kasus ijazah palsu itu, Benyamin menjalani puasa selama 40 hari. “Dalam laku itu, saya selalu berdoa kepada Tuhan agar kasus itu cepat terbongkar. Tentu hal ini sesuai dengan keyakinan saya,” ujar Benyamin yang juga aktif sebagai pendeta di sebuah gereja di Klaten.

Skandal penggunaan ijazah palsu yang dilakukan Untung Wiyono sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan Polda Jawa Tengah. Namun, menurut Benyamin, kurang ditanggapi serius oleh pihak kepolisian. “Saking mangkel-nya, saya sempat membuat surat resmi bertulisan tangan kepada Presiden RI dan Wakil Presiden RI. Saya mohon perlindungan keamanan keluarga dan kasus itu harus segera dibongkar,” kenang Benyamin.

Dalam kurun waktu 2000-2005, Benyamin pernah dimintai pendukung Untung untuk menutup kasus ijazah palsu. Alasannya, Untung sudah telanjur dilantik. Dan pada periode selanjutnya, Untung tidak akan mencalonkan diri lagi sebagai bupati Sragen. Namun, dalam kenyataannya, Untung mencalonkan diri kembali dan terpilih. ”Perasaan saya laksana tercabik-cabik karena dikhianati,” ujarnya dengan suara mengeras.

Pada masa itu, Benyamin berusaha kembali ke kampung halamannya di Desa Saradan, Kecamatan Karangmalang, Sragen. Bukan sambutan baik warga setempat yang dihadapainya. Benyamin justru secara resmi diusir dari tempat tinggalnya. “Dengan alasan untuk menjaga situasi supaya kondusif, saya diusir dengan surat resmi yang ditulis Kepala Desa, Suparno, bertanggal 4 Oktober 2006,” kenangnya sembari menunjukkan kepada Espos surat pengusiran dirinya.

Sakit hati. Itulah yang dirasakan Benyamin dan keluarganya kala itu. Tempat tinggal yang menjadi haknya tidak bisa dihuni lagi. “Sejak kejadian itu, saya semakin getol mengungkap skandal penggunaan ijazah palsu yang dilakukan Untung,” paparnya.

Menurut Benyamin, secara resmi Untung sebenarnya sudah mengakui ijazah SMA Sembada itu palsu. “Kalau melihat pernyataan sejumlah tokoh di media massa yang membela ijazah itu asli, saya hanya tersenyum saja. Lha wong saya punya bukti pernyataan resmi dari Untung,” ujarnya sembari menunjukkan bukti atau arsip yang dibungkus dalam tujuh kardus.

Benyamin juga sangat menyayangkan lambatnya proses hukum kasus ijazah palsu itu. “Saya sangat kecewa sekali. Aparat penegak hukum kurang tegas mengungkap kasus ini,” katanya. Benyamin mengatakan cerita kehidupannya akan menjadi memori yang tak pernah terlukan. ”Bahkan saya berencana mengabadikan cerita ini dengan menulis buku,” ujarnya saat menutup pembicaraan.

Muhammad Khamdi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya