SOLOPOS.COM - Suasana di sekitar Telaga Jonge, Dusun Kwangen Lor, Desa Pancarejo, Kecamatan Semanu, Jumat (11/7/2014). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Telaga Jonge merupakan salah satu tempat vital bagi masyarakat di Desa Pancarejo, Kecamatan Semanu, Gunungkidul. Air telaga seringkali digunakan warga untuk aktivitas sehari-hari, terutama saat musim kemarau tiba. Namun tidak ada yang tahu asal usul pasti mengenai telaga tersebut.

Sampai kini misteri penamaan telaga tersebut belum jelas. Ada kemungkinan penamaan telaga berdasarkan keberadaan sesepuh Dusun Jonge yang bernama Kiai Jonge. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, warga Mbah Jonge merupakan salah satu prajurit dari kerajaan Majapahit. Awalnya, Majapahit berencana menyerang Kerajaan Demak. Namun, bukan kemenangan yang didapatkan. Pasukan Majapahit, yang didalamnya ada Mbah Jonge, kalang kabut menahan gempuran pasukan Demak. Akibatnya, dia beserta enam sahabatnya melarikan diri dan terdampar di kawasan sebelah tenggara Gunungkidul.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Akhirnya, sisa dari prajurit Majapahit itu berpencar mencari tempat sendiri-sendiri sedangkan Mbah Jonge menetap di sebuah desa yang saat ini
dikenal dengan Desa Pancarejo. Oleh warga, Mbah Jonge disambut dengan baik. Apalagi, dia juga memiliki pribadi yang baik karena suka menolong
sesama.

Ekspedisi Mudik 2024

“Tidak ada yang tahu pasti sejak kapan adanya telaga ini namun keberadaannya erat kaitannya dengan Mbah Jonge,” kata Juru Kunci Makam Kiai
Jonge, Ridwan, kepada Harianjogja.com, Jumat (11/7/2014).

Menurut dia, berkat kesaktian yang dimiliknya, tidak ada yang tahu kapan meninggalnya Mbah Jonge karena meninggalnya terjadi secara moksa. Meski demikian, warga percaya apabila tempat moksa Mbah Jonge berada di tengah-tengah telaga.

“Awalnya hanya kabar belaka, namun saat dilakukan pengerukan telaga pada 1997 lalu, ternyata benar di tengah-tengah telaga ada cungkup makam, yang diduga sebagai milik eyang. Dan mulai saat itu, warga jadi percaya,” ungkapnya.

Ridwan percaya bekas moksa Mbah Jonge kemudian berubah menjadi telaga seluas dua hektare itu. Apalagi warga juga percaya bila air telaga sering memberikan berkah sehingga tak jarang, banyak warga memadati area petilasan setiap malam Jumat Legi, sesuai dengan hari kematian Mbah Jonge.

Air telaga yang tak pernah surut, oleh masyarakat ditangkap sebagai salah satu potensi untuk mengembangkan pariwisata di daerah Pancarejo. Saat ini di sekitar telaga sudah dibuat tempat berteduh untuk menikmati suasana alam yang begitu asri di sekitar telaga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya