SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JOGJA — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai prosedur pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir keliru sejak awal. Pasalnya, hal itu tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 99/2012 yang mengatur pembebasan bersyarat.

“Saya kira prosedurnya keliru kemudian organisatorisnya juga keliru,” kata Mahfud di Gedung Pusat Universitas Gajah Mada (UGM), Jumat (25/1/2019).

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

Mestinya menurut PP No. 99/2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, kata Mahfud, yang melakukannya itu Menkumham. Sesuai PP tersebut, kata dia, pembebasan bersyarat ditangani oleh Menkumham yang selanjutnya mendelegasikan kepada Dirjen Pemasyarakatan.

“Nah, Yusril [Ihza Mahendra] itu kan bukan Menkumham, penasihat Presiden juga bukan dia loh. Dia penasihat Pak Jokowi, bukan penasihat Presiden,” kata Mahfud mengomentari kehadiran Yusril di LP Gunung Sindur menemui Ba’asyir saat itu.

Ekspedisi Mudik 2024

Selain itu, menurut dia, keputusan pembebasan bersyarat juga harus didahului dengan melakukan pembinaan bagi narapidana selama beberapa bulan. Kemudian baru setelah itu napi mendapat penilaian dari masyarakat terkait dengan kelayakan mendapat pembebasan.

“Lalu dia bersedia menyatakan Pancasila dan UUD sebagai ideologi dan konstitusi yang akan dia taati, artinya taat pada NKRI,” katanya.

Mahfud juga menilai ada kesan ketergesa-gesaan merujuk istilah bebas murni yang sebelumnya sempat muncul dalam rencana pembebasan Ba’asyir. Bebas murni, kata Mahfud, diberikan melalui putusan hakim di tingkat pertama yang membuktikan orang tersebut tidak bersalah sehingga sama sekali tidak menjalani hukuman.

“Kalau bebas biasa, ya, nunggu masa hukuman selesai. Kalau bebas bersyarat, syaratnya sisa masa hukuman tinggal 2,5 tahun kemudian itu bersyarat,” katanya.

Sebelumnya, pengacara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo/Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, saat menemui narapidana kasus teroris Abu Bakar Baasyir di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Teroris Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengatakan bahwa Abu Bakar Ba’asyir akan dibebaskan.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa Pemerintah akan menaati hukum dan peraturan yang berlaku terkait dengan rencana pembebasan bersyarat narapidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir.

“Ada mekanisme hukum yang harus dilalui. Ini namanya pembebasan bersyarat, bukan pembebasan murni, pembebasan bersyarat. Nah, syaratnya harus dipenuhi, kalau enggak, ‘kan saya enggak mungkin menabrak,” kata Presiden kepada media di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa.

Menurut Presiden, salah satu persyaratan dasar dalam pembebasan bersyarat adalah setia pada NKRI dan Pancasila. Meskipun demikian, Ba’asyir enggan menandatangani surat pernyataan setia pada NKRI. Presiden mengatakan bahwa Pemerintah terus mengkaji tentang pembebasan bersyarat bagi Ba-asyir tersebut.

“Apalagi, ini situasi yang basic. Setia kepada NKRI, setia kepada Pancasila, sesuatu yang basic’,” ujar Presiden. Presiden juga menjelaskan rencana pembebasan bersyarat itu atas dasar kemanusiaan karena usia narapidana yang telah uzur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya