SOLOPOS.COM - Ilustrasi swab test. Tes untuk tracing sulit dilakukan jika berkembang stigma negatif di masyarakat terhadap pasien positif Covid-19. (Reuters)

Solopos.com, SLEMAN -- Warga DIYdiharapkan kian waspada akan penularn Covid-19. Pasalnya, tingkat penularan virus Corona di DIY dinilai mengkhawatirkan, mendekati level tertinggi atau masuk kategori CT 4 (community transmission).

Pendiri Laboratorium Statistik Terapan RoomStat, Budhi Handoyo Nugroho, mengatakan CT4 merupakan level tertinggi dalam penularan Covid-19 di komunitas. Kondisi ini menyebabkan kasus yang terjadi sudah sangat tinggi dan penularannya cepat, meluas, dan masif.

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

"Dampaknya, fasilitas kesehatan tidak mampu lagi menampung pasien. Antrean IGD semakin panjang, risiko nyawa tak tertolong semakin banyak. Rumah sakit dan puskesmas terancam kolaps atau tutup, dan dampak lainnya. Kalau kolaps siapa yang akan melakukan 3T?" kata Budhi saat dihubungi Harian Jogja, Kamis (24/6/2021).

Di wilayah DIY, lanjut Budhi, Kabupaten Bantul sudah masuk dalam kategori CT4. Adapun Sleman, katanya, jika dalam dua hari kasus penularan yang ditemukan masih tinggi, juga masuk dalam level yang sama. "Disusul Kota Jogja, Gunungkidul dan Kulonprogo," katanya.

Budhi mengatakan, per 24 Juni, Kota Jogja mencatat rekor baru 181 konfirmasi positif Covid-19. Angka ini lebih dari 2 kali lipat yang dilaporkan provinsi sebanyak 79 kasus, konfirmasi level CT3 (136.02), kematian level CT3 (3.80), dan Rt 3.50. Begitu juga dengan Gunungkidul yang mencatat rekor baru 178 konfirmasi (lebih dari 13 kali lipat yang dilaporkan provinsi 13 kasus), konfirmasi level CT3 (107.46), kematian level CT3 (2.99), dan Rt 4.66.

"Untuk Sleman bisa jadi besok [hari ini] masuk level CT4. Beberapa hari ini saja kasus harian di atas 300 kasus. Rumah sakit sudah penuh menangani pasien, begitu juga di selter. Sepertinya banyak yang memilih isolasi mandiri," katanya.

Harus Lockdown

Jika Sleman masuk level CT4, lanjut Budhi, maka hal itu akan melebihi kemampuan fasilitas kesehatan yang tersedia. Dampak lainnya, antrean pasien di IGD akan semakin banyak dan yang tidak tertolong juga kemungkinan akan semakin banyak.

"Ini gambaran kondisi terburuknya. Idealnya kebijakan yang diambil memang harus menghentikan aktivitas atau lockdown. Ini untuk menurunkan kasus," katanya.

Budhi mengatakan lonjakan kasus Covid-19 pada Desember 2020 dan Januari 2021 lalu, seharusnya jadi pelajaran pemerintah untuk mengambil kebijakan yang tepat dalam menurunkan kasus. Ia menilai penerapan PPKM berskala mikro tidak efektif.

"PPKM justru semakin meningkatkan jumlah kasus. Memancing virus masuk. Ini wabah. Cara berpikirnya harus secara deret ukur, jangan deret hitung," kritiknya.

Menurutnya, strategi penanganan Covid-19 sejak awal sudah salah. Di awal seharunya pemerintah membangun kesadaran masyarakat untuk kuat menghadapi pandemi. Saat ini masyarakat sudah apatis dengan PPKM karena sekian bulan menghadapi pandemi.

Kebijakan PPKM, lanjut Budhi, hanya menyerahkan kewenangan kepada otoritas yang lemah. Contoh kasus, Ketua RT diminta untuk memonitor pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri. Jika tidak disiplin menjalankan isolasi, maka potensi penyebaran kasus baru akan semakin tinggi.

"Saat ini ada dua beban berat yang dipikul tenaga kesehatan dan Dinas Kesehatan. Situasi di lapangan berat. Mereka dituntut mengejar target vaksinasi dan juga 3T. Kalau kasusnya tidak terkendali kewalahan juga," ujar Budhi.

Tarik Rem

Oleh karenanya, ia mengusulkan agar pemerintah segera mengambil kebijakan tarik rem agar kasus tidak semakin melonjak. Kebijakan rem diharapkan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dan membuka ruang bagi tenaga kesehatan untuk bernafas.

"Case Incidence dan Level of Community Transmission (CT) di lima kabupaten/kota DIY per 23 Juni 2021 sudah melampaui jauh di atas puncak Januari-Februari lalu. Pemerintah berharap hasil yang bagus tetapi caranya yang tidak sesuai," katanya.

Berdasarkan Data Satgas Covid-19 Sleman, kasus baru per 24 Juni bertambah sebanyak 319 kasus dengan 61 kasus sembuh. Padahal sehari sebelumnya (23 Juni) terjadi kenaikan kasus baru sebanyak 305 kasus, data per 22 Juni bertambah sebanyak 291 kasus dan 21 Juni bertambah sebanyak 335 kasus.

"Untuk kasus kematian pada 24 Juni tercatat delapan kasus. Kami berharap masyarakat disiplin mematuhi protokol kesehatan," kata Juru Bicara Satgas Covid-19 Sleman Shavitri Nurmala Dewi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya