SOLOPOS.COM - GORENG AYAM—Seorang karyawan RM Rosojoyo 2 menggoreng ayam yang untuk melayani pesanan pelanggan. (JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu)

GORENG AYAM—Seorang karyawan RM Rosojoyo 2 menggoreng ayam yang untuk melayani pesanan pelanggan. (JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu)

(Solopos.com) – Kalau bertanya soal hidangan ayam goreng yang khas di Sragen, salah satu tempat yang bakal ditunjuk pasti ayam goreng khas Rumah Makan (RM) Rosojoyo. Saking larisnya, RM milik pengusaha ayam kampung, Paidi, ini membuka cabang di Nglorog yang dikenal dengan RM Rosojoyo 2. Sedangkan RM yang lainnya terletak di Jl Raya Sukowati, tepatnya di dekat makam SI Sragen.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

Di tengah persaingan bisnis ayam goreng yang ketat di Bumi Sukowati, Paidi sengaja membuat RM Rosojoyo 2 terletak di areal persawahan, tepatnya di depan MAN 1 Sragen. Dengan suasana sawah yang sejuk dan sumilir angin membuat kenyamanan tersendiri bagi pelanggan ayam goreng Rosojoyo.

RM Rosojoyo 2 ini didirikan untuk menjawab tantangan zaman. Paidi mengemas RM baru ini lengkap dengan fasilitas pertemuan dan tempat istirahat yang nyaman. Menu masakannya pun tidak lagi monoton ayam goreng, melainkan ada ayam bakar, ada nila dan gurami bakar maupun goreng dan ada sayurnya, seperti ca kangkung dan pepes. Minumannya pun juga bervariasi, mulai dari aneka jus buah sampai minuman hangat.

Aroma sambal dan lalap kubis, kancang panjang, mentimun, kecambah dan daun kemangi menambah rasa ayam goreng Rosojoyo makin menggoyang lidah. “Usaha ini dirintis sejak 14 tahun silam, tepatnya sekitar tahun 1996 lalu. Awalnya memang tak memiliki pengalaman jualan ayam goreng. Hanya dengan modal jaringan pedagang ayam kampung, saya memulai bisnis rumah makan ini,” aku Paidi.

Sejak lulus sekolah dasar (SD), Paidi ini bekerja kepada orang untuk jualan ayam kampung di Pasar Bunder. Niat awal hanya untuk membiayai sekolahnya. Paidi pun bisa menempuh jenjang pendidikan SMP dan SMA melalui jualan ayam kampung. Setelah lulus SMA PGRI sekitar 1987-1988, Paidi mencoba ikut berjualan ayam kampung. Dari usaha itulah, Paidi memiliki jaringan pedagang ayam yang lumayan banyak.

Dengan modal jaringan itu, Paidi nekat mendirikan rumah makan dan ternyata berhasil. “Awal-awal berdirinya rumah makan ini, ya dalam satu hari pernah hanya laku tiga potong ayam. Jadi satu ekor ayam saja tidak laku saat itu. Selama satu tahun belum balik modal. Tapi saya tetap optimistis terus mengembangkan usaha ini. Ternyata di tahun kedua sudah ada perkembangan secara signifikan. Dalam satu hari bisa menghabiskan 300 ekor ayam,” tegasnya.

Sekarang, Paidi hanya bisa menghabiskan ayam kampung rata-rata 200-an ekor dalam satu hari. Untuk melayani pelanggan di dua RM itu, Paidi mempekerjakan karyawan sebanyak 69 karyawan dengan dua shift. “Harganya pun bervariasi dan terjangkau. Sekitar 14 tahun lalu hanya pasang harga Rp 4.000/potong atau Rp 13.000 per ekor. Tapi sekarang, satu potong ayam goreng senilai Rp 14.500/potong atau Rp 60.000/ekor,” pungkasnya.

Tri Rahayu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya