SOLOPOS.COM - Pelaku tindakan asusila kepada anak kandungnya, Sy, 51, menutupkan sebagian kausnya ke bagian muka saat jajaran Polres Sukoharjo melakukan gelar perkara kasus tersebut di Ruang Panjura mapolres setempat, Senin (9/6). Akibat perbuatan Sy, korban berinisial Sn, 17, hamil enam bulan. (Ivan Andi Muhtarom/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SUKOHARJO–Kasus pencabulan Sukoharjo, ayah hamili anak menjadi keprihatinan banyak pihak. Psikolog menilai ada beberapa tanda tanya atau hal-hal aneh dalam kasus tersebut. Salah satunya, mengenai kondisi psikologis pelaku.

Tindakan Sy, 49, warga Nguter, Sukoharjo yang mencabuli anak kandungnya sendiri, Sn, 17, hingga hamil enam bulan dinilai psikolog sebagai tindakan irasional. Hal paling mendesak untuk diungkap adalah motivasi dan kejujuran pelaku.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Hal itu diungkapkan psikolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Tuti Harjayani, ketika diminta tanggapan Solopos.com, Rabu (11/6/2014).

Ia menjelaskan, terdapat dua teori yang dapat membedah perilaku menyimpang yang dilakukan Sy. Pertama, kata dia, sesuai teori Segmund Freud, seks menjadi dorongan yang pertama dan utama dalam kehidupan. Sesuai teori itu, kebutuhan seksual harus dipenuhi.

Teori kedua, kata dia, adalah teori yang diungkapkan Abraham Maslow. Teori itu menyebutkan kebutuhan dasar manusia adalah pemuasan kebutuhan fisik, termasuk seksual.

“Selalu ada keinginan dari manusia untuk pemuasan seksual. Jika tak tercukupi, pasti mencari pelampiasan. Tapi manusia bukan binatang,” kata dia melalui sambungan telepon.

Libido Tinggi

Ia menjelaskan, kekuatan seksual seseorang berbeda orang orang lain. Dalam kasus Sy, kemungkinan besar lelaki itu memiliki kekuatan seks yang tinggi.

“Kalau pasangannya tinggi [libido], seks bisa tersalurkan dengan baik. Kalau berbeda, bisa enggak berimbang. Istilahnya, kalau lelaki itu tenaga kuda, lalu istrinya tenaga ayam. Maka laki-laki itu bisa mencari ayam-ayam yang lain untuk memperoleh kepuasan,” ujarnya.

Namun, ia menekankan, manusia bukanlah benda mati. Manusia memiliki hati, norma, agama dan kontrol diri. Kalau hal itu tak diacu, kata dia, sangat mungkin terjadi perilaku brutal seperti pada kasus Sy yang mencabuli anak kandungnya sendiri itu.

“Teori pendidikan dan ekonomi sebenarnya juga mempengaruhi tindakan seseorang,” kata dia.

Menurutnya, jika pendidikan tinggi, orang lebih berhati-hati dalam bertindak. Demikian juga dengan segi ekonomi. Jika kepuasan psikologis terpenuhi, seseorang akan lebih mudah mengontrol dirinya.

“Kalau kepuasan psikologis tak tercukupi, bisa saja dikompensasi dengan pemuasan diri seperti dengan seks,” kata dia.

Ia menegaskan, teori itu belum tentu benar. Menurutnya, sangat penting dilakukan pengorekan motivasi dan kejujuran dari pelaku.

“Sebagai orang tua harusnya begitu [melindungi anak]. Tapi ternyata dia [Sy] berbuat sebaliknya. Itu harus dipahami. Apakah dia sakit mental atau tidak karena itu berkorelasi dengan hukuman yang akan ia terima. Tetapi cara pikir pelaku tetap saya anggap irasional,” ujarnya.

Selain itu, Tuti menyatakan kasus yang tertutupi selama lima tahun itu juga dipenuhi tanda tanya. Salah satunya, mengapa anak korban kekerasan seksual itu diam saja.

“Harus melihat tumbuh kembang anak. Bagaimana libido seksual dan sebagainya,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, pelaku pencabulan terhadap anak kandungnya, Sy, 49, ternyata sudah dilakukan sejak Desember 2009 silam atau hampir lima tahun lalu. Akibat perbuatan Sy, sang anak, yaitu Sn,17, kini mengandung janin hasil perbuatan bejat ayahnya itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya