SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Harianjogja.com, BANTUL-Petani yang menanam melon di Kabupaten Bantul kian tidak terkendali. Padahal budidaya tanaman ini merusak lingkungan akibat penggunaan pupuk kimiawi yang berlebihan.

Divisi Pendidikan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Bantul Lasiyo mengungkapkan, baru musim tanam beberapa minggu terakhir saja, tercatat sudah ada sekitar 30 hektare tanaman melon ditanam di Bantul. Salah satu sentranya berada di Kecamatan Bambanglipuro, Kecamatan Jetis dan Pandak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Diperkirakan, hingga musim tanam selesai, ada ribuan hektare tanaman melon yang ditanam di daerah ini. Sebab pada tahun lalu saja, jumlah lahan yang ditanami melon mendekati 1.000 hektare.

Padahal daya rusak tanaman ini terhadap lingkungan, menurut dia, sangat besar akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Bila tanaman biasa memerlukan sekitar 3-5 kwintal pupuk kimiawi untuk 1 hektare lahan, sementara tanaman melon menyerap hingga 2 ton pupuk kimia.

Demikian pula dengan penggunaan pestisida. “Melon itu tiap tiga hari sekali disemprot dengan pestisida. Tapi kalau tanaman biasa kalau ada hama saja baru disemprot. Bisa 1-2 bulan sekali. Jadi besar sekali zat kimia yang kita konsumsi dari melon itu,” ungkap Lasiyo, Kamis (30/4/2014).

Dampaknya, kata dia, lahan pertanian baru dapat pulih sekitar 4-5 tahun setelah lahan berhenti ditanami melon. Invasi tanaman melon di Bantul tersebut, menurut Lasiyo, dilakukan oleh para pengusaha dari luar daerah.

Artinya, bukan petani pemilik lahan yang menanam lahannya dengan melon. Para pengusaha tanaman melon itu sebelumnya banyak beroperasi di daerah Kulonprogo dan Kabupaten Purworejo Jawa Tengah.

Namun karena lahan semakin terbatas serta adanya kebijakan dari pemerintah setempat untuk membatasi tanaman melon, mereka lalu bergerak ke Bantul. Para pengusaha itu menyewa lahan ke petani dan membayar buruh tani yang bekerja menanam melon.

Para petani tergiur dengan harga sewa lahan melon yang tinggi dibanding disewakan untuk budidaya tanaman pangan dan hortikultura non-melon. Ia membandingkan, bila disewakan untuk tanaman selain melon, harganya hanya Rp15.000-Rp20.000 per lubang tanaman selama tiga kali musim atau setahun.

Sedangkan bila disewakan untuk tanaman melon, harga perlobang tanaman mencapai Rp15.000-Rp20.000 namun hanya selama 70 hari. “Kawan-kawan petani itu hanya tergiur keuntungan sesaat tapi tidak memikirkan dampak jangka panjangnya,” papar petani yang biasa disapa Mbah Lasiyo itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya