SOLOPOS.COM - Ilustrasi pita merah untuk menggugah kepedulian terhadap HIV. (Freepik)

Solopos.com, SOLO-Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa masa epidemi HIV di Indonesia berkorelasi erat dengan naiknya kasus penyakit sifilis atau sebuah infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri bernama Treponema Pallidum. Agar lebih mengerti menjaga kesehatan alat reproduksi simak ulasannya di info sehat kali ini.

“Epidemi HIV, khususnya di Indonesia sangat berkaitan dengan peningkatan kasus sifilis. Baik di populasi kunci maupun pada populasi umum,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi di Jakarta, dikutip dari Antara pada Jumat (12/5/2023).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Imran membeberkan IMS merupakan salah satu penyebab permasalahan kesehatan, sosial, dan ekonomi, di banyak negara. Padahal banyak penyakit akibat IMS yang dapat dicegah dan diobati. Sayangnya terkadang karena stigma yang ada dalam masyarakat membuat penderita enggan untuk diperiksa dan malas berobat.

Padahal pengendalian HIV berhubungan erat dengan sifilis. Hal itu, kata dia, karena IMS merupakan pintu masuk infeksi HIV. Di sisi lain, sifilis dapat meningkatkan risiko tertular HIV sampai 300 kali lipat.

Kondisi yang berisiko itulah yang kemudian bisa memicu anak terlahir cacat akibat sifilis atau positif sifilis sejak berada dalam kandungan.  Akibat lainnya, infertilitas akibat gonore, angka kelahiran mati semakin meningkat, dan infeksi human papillomavirus sebagai pencetus kanker mulut rahim yang juga menjadi penyebab kematian yang cukup besar saat ini.

“Maka pengendalian IMS sudah menjadi seharusnya menjadi program yang harus dilaksanakan mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama hingga fasilitas kesehatan tingkat lanjut,” ujarnya.

Menurutnya, infeksi sifilis juga erat hubungannya dengan kaum terpinggirkan seperti kelompok risiko tinggi ibu dan anak.  Berdasarkan data yang diperolehnya, prevalensi IMS yang sangat tinggi pada populasi kunci dan populasi jembatan (bridging population) laki-laki, sementara data dari skrining sepanjang tahun 2022 menunjukkan sebanyak 0,5 persen ibu hamil terkena sifilis.

“Hasil pemodelan beban dan tren IMS di Indonesia tahun 2020, memperkirakan prevalensi sifilis pada populasi kunci lima hingga 15 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum,” ujarnya.

Sebagai bentuk pencegahan agar HIV dan sifilis tidak semakin meningkat, Kemenkes berfokus tidak hanya pada program pengobatan saja, tetapi juga pencegahan melalui edukasi seksual kepada kelompok risiko tinggi dan juga informasi IMS pada kelompok masyarakat umum.

Secara spesifik pada layanan kesehatan Kemenkes telah mengupayakan Intervensi Perubahan Stigma dan Diskriminasi (IPSD) dengan memperkuat pelayanan kesehatan. Pendekatan strategi yang digunakan, katanya, memastikan akses ke layanan IMS yang berkualitas tinggi untuk semua populasi, mengurangi penularan IMS dengan cepat pada populasi kunci, pasangan serta pelanggannya, serta memastikan data yang berkualitas untuk memandu respons.

Sementara itu dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, Jumat (12/5/2023), kasus Human Immunodeficiency Viru (HIV) di Indonesia meningkat di tahun 2023. Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Muhammad Syahril menyebut penularan kasus didominasi oleh ibu rumah tangga.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).

“Aktivitas ini telah menyumbang sekitar 30% penularan dari suami ke istri. Dampaknya, kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya,” kata dr. Syahril.

Ia mengatakan, penyebab tingginya penularan HIV pada ibu rumah tangga karena pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit yang rendah serta memiliki pasangan dengan perilaku seks berisiko.  Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi untuk menularkan virus kepada anak mereka. Penularan bisa terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.

Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20%-45% dari seluruh sumber penularan HIV lainnya seperti melalui seks, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.

Dampaknya, sebanyak 45% bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan lahir dengan HIV. Dan sepanjang hidupnya akan menyandang status HIV positif.

“Saat ini kasus HIV pada anak usia 1 tahun-14 tahun mencapai 14.150 kasus. Angka ini setiap tahunnya bertambah sekitar 700-1000 anak dengan HIV,” jelas dr. Syahril.

Bukan hanya HIV, penyakit sifilis atau raja singa juga dilaporkan meningkat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2016-2022). Dari 12.000 kasus menjadi hampir 21 ribu kasus dengan rata-rata penambahan kasus setiap tahunnya mencapai 17.000 hingga 20.000 kasus.

dr. Syahril membeberkan presentase pengobatan pada pasien sifilis masih rendah. Pasien ibu hamil dengan sifilis yang diobati hanya berkisar 40% pasien. Sisanya, sekitar 60% tidak mendapatkan pengobatan dan berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan.

“Rendahnya pengobatan dikarenakan adanya stigma dan unsur malu. Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilan, hanya sebanyak 25% ibu hamil yang di skrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis,” kata dr. Syahril.

Di akhir kata, dr. Syahril mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia dengan pasangannya untuk menghindari seks yang beresiko. Bagi yang belum menikah agar menggunakan pengaman untuk menghindari hal-hal yang dapat beresiko untuk kesehatan dan pertumbuhan mental.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya