SOLOPOS.COM - Perajin menyelesaikan kain batik di Desa Pilang, Masaran, Sragen. (Solopos-Dok.)

Solopos.com, SRAGEN--Hampir semua unit usaha terdampak pandemi Covid-19 yang mulai melanda Sragen sejak pertengahan Maret 2020 lalu, termasuk industri batik.

Hampir semua pedagang Pasar Kota Sragen mengalami penurunan pendapatan secara drastis. Sebagai Ketua Kerukunan Pedagang Pasar Kota Sragen (KPPKS), Mario kerap mendapat keluhan dari teman-temannya sesama pedagang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hiii.. Mayat Pria Membusuk Ditemukan Di Gubuk Tua Di Sragen

Ekspedisi Mudik 2024

Namun, ia sendiri kebingungan untuk memberi solusi. Pendapatan pedagang itu anjlok hingga 100% dibandingkan sebelum terjadi pandemi Covid-19. Sebagian pedagang memilih tutup kios/los. Sebagian pedagang tetap bertahan meski pasar sepi pembeli. Mario sendiri harus membawa dagangan ke rumah supaya tetap bisa jualan.

“Saya tidak bisa bicara soal pemulihan ekonomi [pada 2021]. Kami belum tahu kapan pandemi berhenti. Pasar sudah lesu selama sembilan bulan,” papar Mario kepada Solopos.com, Kamis (31/12/2020).

Mario berharap pandemi segera berakhir sehingga perekonomian pedagang kembali bangkit. Lebih khusus lagi, ia berharap proyek pembangunan Pasar Kota Sragen tidak memperburuk keadaan mereka. Dalam hal ini, ia meminta para pedagang lama tetap menghuni lantai I, entah apa dagangan mereka. “Harapannya los, kios dan toko tidak berubah tempatnya. Setelah dibangun, pedagang juga tidak dipungut kompensasi apapun alias gratis,” papar Mario.

Menghentikan Produksi

Datangnya pandemi Covid-19 juga membuat hampir semua pengusaha batik di Desa Pilang menghentikan kegiatan produksi. Ini terjadi karena stok barang mereka menumpuk di pedagang. Para pedagang batik yang berlokasi di kota-kota besar kesulitan menjual barang. Hal ini membuat para pedagang tidak bisa membayar batik kepada pengusaha.

Karena kegiatan produksi mandek, sebagian besar bangunan pabrik batik mangkrak. Sebagian bangunan itu disewakan kepada pihak lain. Saat ini hanya terdapat beberapa pengrajin yang tetap memproduksi batik karena ada pesanan dari pelanggan lama. Umumnya, pesanan itu berupa seragam sekolah atau kantor.

“Pada 2021, kami berharap pandemi Covid-19 berakhir sehingga kondisi bisa normal lagi. Besar harapan UKM batik bisa kembali melaksanakan aktivitas produksi lagi. Pasar batik bisa ramai kembali dan semua yang berhubungan dengan ekonomi masyarakat bisa jalan lagi,” ujar koordinator pengrajin batik Desa Pilang, Suwanto, kepada Solopos.com.

Aneh, Motor Tak Dikenal Terparkir 3 Hari Dekat Waduk Gembong Sragen, Pemiliknya Ke Mana?

Lebih dari 1.500 buruh batik di Desa Pilang kehilangan pekerjaan sebagai dampak terjadinya Pandemi Covid-19. Sebagian besar dari pengusaha batik di Desa Pilang yang berjumlah sekitar 100 orang memilih menghentikan aktivitas produksi.

Terpuruknya usaha batik itu tidak lepas dari mandeknya pencairan giro dari para pedagang batik di kota-kota besar seperti Jakarta. Hal itu dikarenakan target penjualan dari batik tidak bisa terpenuhi sebagai akibat terjadinya pandemi Covid-19. Padahal, para pengusaha batik di Desa Pilang juga punya tanggungan utang untuk membayar kain maupun obat pewarna.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya