SOLOPOS.COM - Ilustrasi Laporan Pemeriksaan BPK (BPK)

Audit BPK menemukan ada dugaan kunker fiktif dan tiket pesawat fiktif di DPR, benarkah?

Solopos.com, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan kunjungan kerja (kunker) fiktif anggota DPR. Potensi kerugian negara dari dugaan kunker fiktif itu mencapai Rp945 miliar lebih. BPK juga menemukan adanya data biaya pesawat fiktif senilai Rp2,05 miliar.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Soal dugaan kunker fiktif ini terungkap dari inisiatif yang dilakukan Fraksi PDIP DPR. PDIP meminta anggotanya membuat laporan hasil kunker dan kunjungan di masa reses.

Ekspedisi Mudik 2024

“BPK melakukan audit terhadap DPR, lalu menemukan sejumlah kekurangan terkait kunjungan kerja anggota dewan,” kata Wakil Ketua Fraksi PDIP DPR Hendrawan Supratikno kepada wartawan, Kamis (12/5/2016).

Dugaan kunker fiktif ini berlaku untuk seluruh fraksi, bukan hanya PDIP. Namun PDIP berinisiatif untuk menagih laporan kunker anggotanya.

PDIP mendapat informasi dari Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR soal hasil audit BPK itu. Dalam suratnya kepada fraksi-fraksi DPR, Setjen DPR menginformasikan tentang diragukannya kunjungan kerja (kunker) anggota DPR dalam melaksanakan tugasnya sehingga potensi kerugian negara mencapai Rp945.465.000.000.

PDIP lalu berinisiatif menagih laporan kerja anggota fraksinya. Setiap anggota, setelah melakukan kunjungan, baik itu kunjungan reses ataupun ke luar negeri, wajib menyetorkan laporan secara mendetail disertai bukti-bukti kunjungan.

Selain itu, dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2015 yang diterbitkan BPK, terungkap adanya biaya transport tidak sesuai data manifest maskapai penerbangan yang nilainya mencapai Rp2,05 miliar. Hal itu termasuk dalam belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan dari berbagai lembaga negara yang totalnya mencapai Rp67,3 miliar.

Menurut BPK, hal itu umumnya terjadi karena pejabat yang bertanggung jawab lalai dan tidak cermat dalam menaati
dan memahami ketentuan yang berlaku, belum optimal melaksanakan tugas dan tanggung jawab, serta lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian.

“Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada pejabat yang berwenang antara lain untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada pejabat yang lalai dan tidak cermat dalam menaati dan memahami ketentuan yang berlaku,” sebut BPK dalam rekomendasinya yang tercantum di laporan itu.

Selain itu, sanksi juga perlu diberikan kepada pejabat yang belum optimal melaksanakan tugas dan tanggung jawab, memerintahkan pejabat yang bertanggung jawab untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian, dan mempertanggungjawabkan kerugian negara dengan menyetor ke kas negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya